KH Sobari Sutarip Berikan Tips Sukses Sebagai Santri
Reporter: Sarah Hajar Mahmudah, LLM
Peringatan Hari Santri Nasional yang diperingati setiap tanggal 22 Oktober masih memberikan makna dan pencerahan mendalam bagi santri khususnya bagi mahasantri dan civitas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Berikut ini kami lampirkan lengkap isi pemaparan materi dalam acara Peringatan Hari Santri Nasional yang diselenggarakan di Autorium Harun Nasution, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jumat 1 November 2024.
Dr. KH. Sobari Sutarip, MA. yang merupakan Pimpinan Pesantren Kampung Qur’an mengatakan dirinya memiliki tiga kunci sukses sebagai santri, (1) Al janib al mandi: (2) Al janib al fikri (3) al janib ar ruhiy. Al janib al mandi, dalam tema kita santri madani itu al hadharah peradaban kemajuan, kemakmuran. Mau tidak mau zaman berubah, akan terus, dan sampai saat ini AI kecerdasan juga tidak bisa dibendung. Anak-anak dan orang tua resah dan bingung mengatasi zaman saat ini. Anak-anak tidak lepas dari gadget, merupakan tantangan yang sangat rumit. Sebagai santri yang cerdas, kita harus cerdas menggunakan dan memanfaatkan teknologi ini. Jika kita tidak cerdas dan meninggalkan tradisi santri maka kita akan tergerus zaman.
Sehingga ada sebuah ide mungkin nanti di masa depan di rumah-rumah santri itu ada di rumah masing-masing. Keresahan ini membuat saya berpikir keras, bagaimana jika rumah itu menjadi tempat santri dengan teknologi, kita kontrol dengan aplikasi. Melibatkan semua pihak di rumah. Berbagai aplikasi itu bisa kita gunakan sebagai mediasi perkembangan zaman.
Namun ada hal yang penting yang tidak boleh ditoleransi yaitu menggenggam tradisi. Jika tradisi itu hilang, maka itishonu sanad keilmuan hilang, tradisi ngaji kitab kuning hilang, menghafal quran hilang, batsul masail tidak ada. Janib al fikri menjadi ciri khas dari pesantren. Maka dari itu kenapa kyai-kyai kita sangat alim. Banyak ulama kita yang diakui kepakarannya bahkan sampai menjadi rujukan kajian keislaman di dunia.
Kemudian janib ar ruhiy, yaitu istiqamah dalam ibadah, dalam riyadhah. Santri itu kuat lapar, sekalipun anda madani dan maju sedemikian rupa, kalau tidak kuat lapar tidak termasuk santri. Karena guru-guru kita itu kuat lapar, dengan lapar maka pikiran kita akan bening. Santri itu tradisinya kuat melek malam. Dengan lapar itu menjadikan kita kuat melek. Jika kita tidak kuat puasa itu kebangetan, nabi manganjurkan setidaknya minimal dua atau tiga kali sudah bagus, anggaplah sebulan sekali. Tapi juga jangan tiap hari, karena santri itu kan fokusnya belajar. Kecuali jika sudah selesai proses belajar dan sudah sepuh, maka silahkan riyadhah yang lebih. Namun saat ini adalah waktunya untuk berproses menghasilkan ilmu.
Santri itu juga butuh kehati-hatian dalam berbicara, karena sayang, waktu itu mahal. Itu juga yang menjadi perhatian dan kekhawatiran saya saat melihat sudah adzan tapi santri masih melihat gadget. Tradisi guru-guru kita juga adalah tidak terlalu banyak bicara, kenapa? Karena waktunya habis untuk mujahadah. Dzikir, mengkaji menghafal. Berikutnya adalah uzlah. Itu semua merupakan soko guru, cara kita mendekatkan diri pada Allah. Namun di era modern ini, uzlah itu tidak perlu ke gunung, kita bersama manusia tapi hati ke Allah dimana pun kita bisa uzlah. Jika seseorang dalam diamnya atau kesehariannya tidak berdzikir keapda Allah yaitu berarti dia bukan santri, karena yang diajarkan guru-guru kita itu bagaimana mendekatkan diri pada Allah.
Sehingga untuk menghadapi kemajuan zaman ini adalah pilihannya adalah mau bahagia atau menderita. Jika ingin bahagia maka harus bijak dalam menggunakan teknologi. Pilihan yang kedua adalah mau menjadi tuan atau budak? Sehingga santri jangan menjadi masyarakat yang konsumtif, bukan hanya memainkan game nya aja, tapi jadi pembuatnya. Dan itu bisa dijadikan bekal untuk akhirat. Ini merupakan tantangan kita bagaimana mengurangi ketergantungan pada gadget tapi memaksimalkan penggunaannya.
Terakhir, saya selalu ingat doa yang selalu kita bacakan setiap saat yaitu “Rabbana hablana min azwajina wa dzurriyatina qurrota a'yun waj'alna lil muttaqina imama.” Kita kan menginginkan bahwa pasangan kita, anak-anak kita menjadi penyejuk hati kita. Tapi ingat pemimpin masa depan dunia akhirat yang paling layak adalah yang bertaqwa. Sehingga orang yang terjaga dari ujung rambut sampai ujung kaki dari perbuatan maksiat pada Allah, itulah orang yang layak menjadi pemimpin masa depan dunia akhirat. Namun tidak sampai situ, penjelasan lanjutnya adalah tidak ada orang yang muttaqini tanpa ilmu, Maka Ulama adalah jamak dari alalim, maka untuk menjadi orang yang takut pada Allah itu harus ada ilmunya. Ulama adalah yang bermanfaat di dunianya, namun orientasinya adalah akhirat. Dimensi dunia merupakan fasilitas untuk mendapatkan akhirat. Ulama almuttaqin adalah kekasihnya allah yang paling berkualitas ketaqwaannya. Maka inilah ciri pemimpin masa depan. Jika anda ingin menjadi pemimpin masa depan, maka harus jaga raga kita, hati kita, lisan kita dalam ketaatan pada Allah. Taqwa akan mengantarakan Allah ridha dan ridha akan mengantarakn kesuksesan dunia akhirat.
Sementara itu, KH Syarif Rahmat: RA. S.Q., MA. Pimpinan Pesantren Ummul Quro mengatakan salah satu satu jaminan selamat yang disiapkan para ulama adalah “ittisholu sanad” atau “intishorul amal.” Ia pun mengingatkan bahwa Keberadaan Pesantren Menjaga Keutuhan Ajaran Islam.