SOSOK MAHASANTRI DAN AKTIVIS UKM
SERI PERJALANAN HIDUP
Oleh : Acep Lukman Nul Hakim ( 11150161000018 / Mahasantri Ma'had Syeikh Nawawi / Mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan)
Berawal aku melangkahkan kaki untuk mengikuti salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) di bidang kesehatan ini. Tatkala kegigihanku untuk melanjutkan kembali masa-masa dunia kepalangmerahan sejak aliyah. Dunia kesehatan menjadi rempah-rempah keseharianku. Jurusan IPA yang bertajuk kehidupan makhluk hidup menjadi nilai tambah tersendiri. Walaupun menjadi sosok seseorang yang membantu dan mengobati pasien di Rumah Sakit pun sebatas mimpi belaka.
Tepat pada event Kampung UKM yang bertajuk menyosialisasikan berbagai kegiatan mahasiswa di kampus menuju World Class University ini. Kesempatan ini lah yang aku manfaatkan untuk mengetahui lebih lanjut tentang keorganisasian kesehatan. Sebuah stand merah yang sedang melakukan kegiatan pengecekkan golongan darah, sudah tak lain itu merupakan organisasi yang aku maksud. Sebuah tulisan KSR PMI UIN JAKARTA terpambang disebelah bendera KSR tersebut. Para mahasiswa pun berbondong-bondong ikut mendaftarkan diri. Aku pun ikut bergabung bersama mereka. Sebuah selembaran kertas dan beberapa kaleidoskop tentang ke-KSR-an pun dipaparkan oleh sosok mahasiswa yang berkerudung merah. Ka Putri namanya. Walaupun organisasi ini sudah tak asing kembali, namun aku sempat “bulak-balik” menuju tempat tersebut. Sampai pada akhir event kampung UKM ini berakhir, dengan tekad yang kuat aku
***
Sebelum kita melangkahkan kaki lebih jauh. Ada dua langkah yang harus kita lewati bersama. Kegiatan indoor dan outdoor. Dua langkah itu menjadi titik penentu sebagai seorang bakal anggota alias BALANG dalam Latihan Dasar Calon Anggota KSR (LACAK) yang kurang lebih satu bulan lamanya.
Menjadi sosok Anggota Muda (AMD) di KSR PMI ini menjadi impian bagi para Balang. Namun, hal ini tidaklah mudah. Sebuah slayer putih dengan name tag berwarna merah menjadi tonggak identitas kita yang tidak boleh dipisahkan. “Totally Care, Strong and Confident” slogan tersebut seakan menjadi modal yang harus tertanam di dalam jiwa.
Ratusan orang yang mendaftarkan diri dari berbagai belahan fakultas, seakan hilang dan menjadi segelintir puluhan orang yang berkumpul di area lapangan hijau, saling menatap muka, dan mengumbar semua visi dan misi yang berbeda, namun dengan tujuan yang sama yakni membantu dan dapat menolong sesama. Teringat, dengan suara lantang yang aku utarakan bahwa “Aku ingin menjadi delegasi dari Conferensi Internasional di Jeneva, Swiss”. Tepuk tangan serta celotehan beberapa teman membuatku tidak terpana akan tujuan yang selama ini aku inginkan. Aku pun menyadari bahwa hal itu merupakan angan-angan dan sebuah mimpi yang tidak mudah diraih. Maka langkah awal ini lah aku harus tempuh dengan mengikuti Korps sukarela ini.
Ceremonial pembukaan LACAK Ke-16 ini merupakan acara yang haru tatkala dinyanyikannya mars serta hymne PMI. Semuanya tertunduk dan meresapi syair-syair syahdu. Pengorbanan yang selalu dilakukan para penolong tanpa jasa dengan mengorbankan segala tenaga, buah pikiran demi bangsa.
Menjadi seorang penolong itu bukan orang biasa, tapi orang-orang yang terpilih yang memiliki niat ikhlas, jiwa yang kuat serta pengetahuan intelektual tentang dunia kesehatan. Karena hal ini menyangkut keselamatan manusia yang tidak boleh diabaikan. Dengan hal itu, kita pun diperiksa kesehatan terlebih dahulu dan di wawancarai oleh para panitia. Aku pun teringat tatkala pengecekan tekanan darah dengan media tensi meter, hal itu yang aku ungkapkan kembali bahwa aku ingin bisa seperti mereka, ketika wawancara dimulai hal yang sama pula aku ungkapkan sebagaimana tujuan awalku.
Hari pun berlalu, langit pun terlihat merah karena dipenuhi oleh calon-calon penolong yang berbaju merah. Aku pun tepat mengenakan sebuah batik merah. Hari itu, merupakan hari di mana pengetesan awal masuk KSR, pengesahan Balang dan pemilihan ketua angkatan. Dengan pengetahuan seadanya yang hanya bekas dari masa-masa aliyah yang lalu membuatku sedikit kesulitan untuk mengisi puluhan soal ini. Rasa ragu dan rasa bingung kadang membuyarkan otakku ditambah dengan waktu yang hampir selesai. Slayer putih pun dipakai dengan ikat berdasi, hal itu sebagai pertanda bahwa kita telah resmi menjadi Balang. Pemilihan ketua Balang pun diadakan. Aku menjadi salah satu delegasi calon ketua Balang. Walaupun hati merasa berat untuk memimpin diri sendiri. Melalui voting, dengan senang hati akhirnya Oka lah yang menjadi ketua Balang kita. Hati pun merasa lega. Setelah itu, perjanjian selama kegiatan yang di pimpin oleh MPO keamanan pun disepakati bersama. Saat itu merupakan awal ketegangan kita. Sikap tegas dengan raut muka yang cuek membuat kita merasa was-was.
Masa-masa kepemimpinan Balang Oka tidak sampai diujung kegiatan outdoor, ia terputus di tengah jalan dengan alasannya tersendiri. Terjadilah kekosongan kepemimpinan. Balang Riza pun terpaksa menggantikannya. Begitu pula teman-teman Balang lannya, semakin hari semakin menyusut. Akhirnya, anggota Balang bisa dihitung dengan jari. Rasa sedih dan kebersamaan bersama mereka tidak bisa terpisahkan, walaupun hati ini tidak ikhlas membiarkan mereka pergi. Tapi, bagaimana lagi dengan sejuta alasan mereka dan restu orang tuanya yang tetap tidak mengizinkan mereka untuk kembali.
Materi yang aku peroleh dari pelatihan selama satu bulan ini sangatlah banyak, dari mulai history, kepalangmerahan, peralatan PP, penanganan luka, pertolongan pertama (PP), dan muasih banyak lagi. Semua materi ini dikemas dalam mind map setiap seminggu sekali. Aku sangat senang sekali merangkum dengan media mind map, karena hal tersebut membuat kita menjadi kreatif dan inovatif, sehingga materi dapat dikemas lebih mudah dan dapat dipahami dengan baik. Walaupun banyak para Balang kebingungan dalam membuatnya, sampai ada yang dibantu membuatkannya loh. Sssstt. Aku merupakan salah satu orang yang sering membuat mind map, dikarenakan sering kali tidak mengikuti kegiatan materi. Bahkan aku sering sedih juga, disaat olahraga rutin setiap hari sabtu pagi, mereka rela keliling kampus, sedangkan aku terdiam dan hanya melihat mereka saja sambil mengenakan jas lab untuk persiapan praktikum. Alhasil, beberapa simulasi pun jarang banget aku peroleh di hari sabtu tersebut. Walaupun begitu, aku tetap mengikuti kegiatan di sesi selanjutnya.
Masa-masa indoor dengan kesehariannya yang penuh dengan materi, praktik yang diakhiri dengan evaluasi membuat tenaga mulai terkuras. Sejuta tugas kuliah, jadwal praktikum serta pengajian di Mahad membuatku kebingungan untuk mengikuti semuanya ini. Restu orang tua juga semakin berkurang walaupun mereka tetap mengingatkan untuk tidak terlalu lelah dalam berbagai kegiatan. Aku pun masih bisa mengikuti kewajiban yang menjadi prioritas utamaku, walaupun sering telat dan berjuta surat izin yang aku buat ke MPO Keamanan. Terkadang orang-orang merasa aneh terhadap sikapku yang terlihat buru-buru, disiplin seakan dikejar maling. Anak-anak mahad serta teman kuliah pun sudah tak asing lagi dengan rutinitasku yang seperti ini. Bahkan, sampai mandi aja satu kali dan pulang langsung tidur lelap. Hehe :D. Berbagai cara pun terus ku tempuh agar semuanya berjalan dengan baik.
Di dalam setiap kegiatan apapun selalu ada nilai positifnya. Aku pun berpikir seperti ini. Disisi lain, ini menjadi hal baik bagiku yang jarang sekali berolahraga serta sifat egois yang masih tertanam di dalam diriku ini. Push up, sit up, lari keliling UIN, jalan jongkok-jongkok, di bentak-bentak dan yang lainnya. Hal itu sudah tak terhitung lagi dan bahkan menjadi hal yang biasa. Mental kita pun terus dibentuk untuk menjadi lelaki dan wanita yang tangguh.
Setiap helaan nafas ketika lari pun, yang paling aku senangi adalah tatkala menyanyikan yel-yel serta berbagai lagu di KSR. Hal itu membuat semangat kita menjadi tumbuh kembali. Seperti halnya temanku Ulma, salah satu anggota Balang yang terlihat paling bersemangat. Akhirnya, tiba saatnya untuk makan bersama, saat itulah yang sangat aku nantikan. Terkadang aku lupa tidak membawa makanan, dan aku pun hanya mengandalkan makanan dari mereka. Kebersamaan ketika makan pun muncul tatkala kita harus menawarkan kepada MPO, dan Abangnya meng-iyakan. Meskipun ada salah satu Balang yang kehausan. Tatkala itu pula kita harus tetap sigap ketika di panggil oleh mereka dengan panggilan Balang dan slogan lacak. Atau kita akan dibilang TIDAK FOKUS. Kata itulah yang masih terngiang di telingaku sampai saat ini. Bahkan, aku pernah dibentak-bentak oleh Mpo Cintiya karena hal tersebut.
Aku terkadang bingung tatkala kapan dan dimana aku harus membela diri serta menempatkan pendapatku dengan benar. Berjuta masalah kian hari kian ada saja. Masalah tersebut selalu ada, entah masalah itu datang dari mana, tak lain dari diri sendiri dan semuanya yang masih bersikap tidak peduli satu sama lain. Walaupun sekian banyaknya apresiasi yang kita peroleh untuk tidak telat, disiplin, fokus, dan menjalankan segala aturan yang ada. Tetapi, tetap saja setelah itu ada masalah dan ditambah kembali hukumannya sampai berlipat-lipat.
MASA-MASA PRA OUTDOR & OUTDOOR
Ada hal yang menarik ketika masa-masa pra outdoor dan outdoor. Seumur hidup aku belum pernah tahu yang namanya tas carrier sampai aku kebingungan dan salah membawa tasnya ketika pra outdoor tiba. Sejuta peralatan yang harus aku dan para Balang lengkapi sangatlah banyak, baik kebutuhan pribadi, keloMpok maupun angkatan. Banyak sekali istilah peralatan naik gunung yang belum aku ketahui. Salah satunya tas carrier tersebut. Aku pun hanya tahu itu tas gunung saja, dan ternyata aku baru sadar tatkala aku membawa tas yang berbeda ketika dikumpulkan di lapangan hijau. Sejak saat itu lah, aku pergi ke Mahad untuk meminjam tas carrier pada Sahab (Teman di Ma’had - Makasih Sahab). Dengan diberi waktu yang sedikit aku pun bergegas pergi layaknya memakai sapu nenek sihir - haha. Cepet banget, aku pun sempatnya membeli es tebu dulu karena kehausan, dan jalan pun sudah tak jelas sampai terpeleset kakiku karena lupa memakai kaos kaki ke kamar. :D Oh iya, makasih juga buat ka putri yang sudah memberikan pinjaman ponco lorengnya. Semua peralatan tertata rapih dan lengkap layaknya seorang tentara, serba berwarna hijau hitam alias loreng. Beberapa peralatan ini aku sempat hijrah ke Bogor untuk meminjam pada paman (Hatur nuhun Mang Tata, Bi Rina). Sangat kebetulan sekali pamanku seorang tentara. Maka dari itu, banyak yang melirik kiri kanan aku layaknya seorang tentara. Haha :D Oh iya, sampai semua packing peralatanku tidak dibawa karena useless banget ujar ka Dara dan senior lainnya.
Tim Arkadia sebagai salah satu UKM Pecinta Alam di kampus ikut andil pula dalam membantu sistem SAR, ESAR, bahkan pembuatan tenda sederhana alias bivak sendiri maupun keloMpok. Aku pun baru sadar betapa pentingnya peralatan hal yang kecil berupa peniti, ponco dan yang lainnya. Ternyata itu buat kita sendiri, rumah sederhana kami. Semuanya wajib bisa dengan teMpo waktu yang sesingkat-singkatnya. Saat itulah semuanya membuat bivak masing-masing. Aku pun kewalahan tidak sampai tuntas membuatnya.
Makan malam pun tiba. Semuanya bergantian untuk shalat dan memasak hidangan makan malam. Para Balang pria melakukan ibadah terlebih dahulu. Walaupun harus keliling fakultas untuk mencari air wudhu. Di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) lah kita hijrah ke atas. Rasa dahaga kian menggerogoti tenggorokan kami. Alhasil, aliran air wudhu lah yang senantiasa menjadi penahan rasa haus kami. Begitu pula di saat ishoma telah tiba. Kami selalu melakukan hal yang sama untuk menahan detak jantung kami tetap hidup.
Shalat pun selesai, walaupun dalam keadaan bau amis, manis, pedes. Tetapi, makanan pun belum selesai pula. Semua peralatan dapur yang harus kami bawa dipakai sebagai simulasi saat di sana. Alhasil nasi yang masih menjadi beras, dan nasi yang tidak menjadi bubur. Makanan yang seadanya dengan di bawah alas trash bag hitam dan kertas nasi. Kami pun tetap menikmati rasa lahap dan dahaga. Walaupun hanya beberapa “comot” dan setetes air. Nasi pun tidak boleh ada yang jatuh satu pun, semuanya harus habis. Kalau tidak, hukuman pun di depan mata.
Akhir dari pra outdoor ini diakhiri oleh Mpo Rahma sebagai ketua diklat yang menitipkan telur berstempel KSR sebagai amanat yang harus di jaga selama kegiatan outdoor mendatang. Aku pun tetap optimis untuk menjaga dengan baik telor tersebut di wadah nesting yang berisi beras tersebut. Selain itu, ada petuah dan ungkapan semangat dari senior pendiri KSR PMI ini yakni Ka Aji.
Para Balang pun tidur lelap di atas lantai Mesjid Fathullah. Hal ini, menjadi momen pertama kali bagiku tidur di sini layaknya sesosok pencari uang di jalanan. Ratusan nyamuk yang hinggap di kulit, tidak mengurangi rasa nyenyakku tidur bersama para Balang lainnya.
Hari esok pun telah tiba, mentari pun kian menyinari alam ini. Namun, masalah pun tetap ada. H-1 outdoor ini tentang masalah kehilangan slayer oleh Balang Afit tatkala ke kamar mandi. Semuanya merasakan kepanikan dan kebingungan, mengitari komplek Mesjid Fathullah untuk mencari identitas dia. Para panitia pun tidak mengetahui dan hal ini murni kehilangan serta slayer tersebut tidak diketemukan. Hal ini pula yang menjadi kebingungan bagiku karena tidak sengaja membawa bekas slayer putih para Balang yang belum di ambil, aku pun menaruhnya di dalam tas carrier. Saat itu pula aku langsung memberikannya. Masalah pun selesai walaupun slayer Balang afit tidak diberikan cap KSR dan tidak diberikan nama pula.
Masih sempat terngiang dalam ingatan, ketika ada masalah yang sama pada saat indoor yang lalu. Tatkala Balang Muna yang kehilangan slayer putihnya di area student center, ketika Balang Afit dan Balang Riza kehilangan id cardnya. Namun, secara tidak sengaja, hal itu pun diketahui dan ditemukan oleh Panita. Terkecuali kejadian tersebut. Dengan peralatan lengkaplah kita akan bisa mengikuti rangkaian kegiatan outdoor.
Ceremonial pembukaan kegiatan outdoor pun tiba. Aku pun bertugas sebagai pembaca doa. Sementara yang lain dengan tugas yang telah ditentukan panitia lainnya. Acara dibuka langsung oleh Warek Bidang Kemahasiswaan, Bapak Yusron Razak namanya. Beliau sangat antusias sekali dengan diadakannya pelatihan seperti ini, ujarnya.
Hati ini pun semakin gundah dan penasaran apa yang akan terjadi nanti. Waktu pun akan menjawabnya secara perlahan. Sebuah tronton besar pun telah nampak di depan mata. Ini merupakan kali kedua aku menaikinya. Jadi, hal ini tidaklah membuatku bermasalah. Melainkan seru walaupun sedikit pusing. Di perjalanan pun bersorak sorai menyanyikan yel-yel ria sampai semuanya terlelap pulas. Perjalanan yang cukup jauh ini melewati alam nan asri, pemandangan yang hijau dan jauh dari keramaian perkotaan serta polusi udara. Sebuah tulisan yang besar nampak di atas gapura Selamat Datang di Kawasan Gunung Bunder. Hal itu menjadi pertanda perjalanan kita telah sampai. Kicauan burung serta pepohononan yang tinggi seakan menyambut kedatangan kita. Bahkan tas carrier dengan berat dua puluh kilogram pun harus siap diangkut oleh pundak ini.
Perjalanan ternyata masih jauh dari harapan. Cuaca semakin tidak bersahabat. Rintikan air mulai menetes membasahi tubuh. Berbagai situasi tetap aku jalani, bahkan ibadah sekalipun tetap dijalani dengan ala kadarnya. Desahan air sungai yang bersih membuat hati ini terasa pulas nan senang. Rasa dahaga pun terobati. Air wudhu pun seakan menjadi penyegar tubuh.
Sepatu pantofel yang sangat besar ini seakan menjadi penghambatku untuk membuka serta melepasnya, rasa sakit dan lecet yang aku rasakan seperti halnya mereka yang belum terbiasa memakai sepatu layaknya tentara. Sementara celana yang besar ini membuatku harus menggunakan seutas tali untuk mengikatnya.
Perjalanan pun terus berlanjut di atas hamparan aspal putih yang dikelilingi rumah para warga, langit terlihat sudah tak tahan untuk menyemburkan rintikan airnya, bahkan dentuman dan kilatan petir kian tampak menyilaukan. Sementara di ruas kiri-kanan jalan terpapar berbagai korban acting bertanda bendera KSR yang harus kita tolong bersama. Korban dengan berbagai keadaan yang berbeda harus diantarkan pada tempat yang aman. Komunikasi pun harus tetap berjalan. Walaupun pada akhirnya semua korban dapat diamankan dengan baik, tapi hanya segelintir oranglah yang membantunya.
Para panitia pun mulai terlihat di atas jalanan, pertanda tempat peristirahatan nampak di sana. Rasa lelah mulai terobati setelah adanya makan siang yang terhampar di atas kertas nasi. Aku kira ini adalah tempat yang akan kita tempati, dan tiba-tiba para Balang di minta untuk bergerak kembali menyusuri lahan hutan belantara ini.
Track bebatuan dengan jalan yang licin, naik turun bukit, serta ocehan para Mpo-Abang membuat kita tetap semangat dalam melanjutkan perjalanan ini. Terlihat tenda-tenda yang besar di atas bukit sana, pertanda itu merupakan tempat yang akan kita singgahi bersama. Sorakan Balang pun mulai terdengar. Ternyata, untuk menuju tempat tersebut tidaklah mudah, kita harus berjalan jauh layaknya kodok sampai merangkak di atas air dan tanah sambil membawa tas carrier. Hal itu membuatku kesal dan sampai menyerah karena sudah tak tahan untuk menahan berat ini. Dengan dorongan teman-teman semuanya, alhasil aku dapat bertahan walaupun di gusur dengan cara paksaan. Sikap para panitia belum puas, para Balang pun diminta untuk berguling beberapa kali putaran. Sejak saat itu, aku mulai pasrah karena otakku sudah mulai eror sampai berguling-guling tanpa arah.
Ini merupakan langkah awal dari outdoor. pembuatan bivak sederhana pun dimulai. Walaupun tetap “reyod” tapi tetap nyenyak untuk bobo ganteng. Hari-hari selama outdoor pun terkesan semakin mendebarkan. Ketika malam suntuk, hanya api-api kecil di bawah pohon dan lampu putih senterlah yang dapat menerangi langkah demi langkah ini. Aliran air sungai mulai terdengar, para Balang pun diguyur, direndam dan dibersihkan satu sama lain. Perlahan-lahan mengasyikkan, namun kelamaan rasa dingin menggerogoti tubuh ini. Air hangat dan wedang jahe pun kami rasakan bersama seusai membaca ayat-ayat illahi. Tubuh pun terasa hangat kembali dan tidur terasa nyaman.
Seorang penolong itu senantiasa sigap dalam situasi apapun, hal itu pun terjadi pada kami tatkala fajar menyongsong, suara darurat dan panggilan Balang menggores telinga ini. Tubuh ini seakan terbangun secara otomatis layaknya seorang robot yang sudah di program. Para Balang pun langsung menghadap pada sumber bunyi tersebut, walaupun masih ada yang tidur terlelap.
Rasa syukur kami panjatkan pada sang Illahi dengan segenap ciptaan-Nya. Gemuruh angin pagi berhembus, suara burung pun mulai terdengar riuh berterbangan. Kegiatan permainan dilakukan sebagai pembentuk semangat pagi. Berbagai simulasi pun disiapkam sebagai aplikasi dari pembelajaran masa indoor dulu. Suguhan makanan survival dikenalkan sebagai wawasan untuk bertahan hidup di hutan. makanan yang berbeda dari biasanya. Berupa tanaman yang cukup aneh, dan tidak terbayang sebelumnya. Ternyata hal itu dapat dimakan dan sebagian dapat menyegarkan dahaga. Teringat, suatu waktu di mana kita diberi hukuman untuk memakan sayuran yang belum di masak, dan ditambah makanan survival. Hal tersebut seakan makan burger yang sangat cepat sekali. Sementara lidah ini tak bisa terucap hanya dapat memakan dengan terpaksa. Hal itu pula menjadi rangkaian pengalamanku.
Beberapa simulasi pun di mulai. Simulasi ESAR lah yang pertama kali dilakukan. Perintah untuk mencari sebuah baju yang tertulis nama masing-masing Balang. Dengan menggunakan media kompas dan berjalan menyisir kami berulang kali mencari di atas semak-semak dan bebatuan. Alhasil, semua dapat dimiliki walaupun dengan susah payah. Sebuah baju berwarna merah panjang ini, menjadi identitas baru para Balang. Penyematan yang diberikan secara simbolis dengan ditandai perjanjian di depan bendera KSR sesuai dengan permintaan para Balang. Mpo Putrilah yang aku pilih. Sosok Mpo yang telah membantuku untuk meminjam ponco dan penyemangat awal masuk KSR ini.
Puncak simulasi yang ditandai dengan berbagai situasi bencana, seakan seperti halnya bencana di kehidupan nyata. Sampai pada saat ketika menjadi petugas pertolongan pertama merasa kesulitan untuk menangani korban bencana tersebut. Evakuator pun sulit dalam mengevakuasi di bawah air. Kemarahan pun menguak walaupun para korban dapat ditangani. Pengulangan simulasi pun di mulai untuk merubah menjadi lebih baik lagi. Keenam belas Balang ini menjadi satu tim besar untuk menangani para korban bencana. Semuanya bergerak dan kami pun telah menyelesaikan tugas semaksimal mungkin.
Teringat masalah besar yang pernah aku hadapi ketika masa-masa outdoor dulu membuat jatuh bangunnya di KSR ini.
Tatkala diakhir simulasi selesai, Balang Afit dipertanyakan identitasnya, slayer putih tanpa cap dan nama yang telah aku berikan sebagai emergency time dulu membuat masalah. Tiba-tiba slayer tersebut di bakar dan aku pun ikut terlibat dalam kejadian tersebut. Para Balang lainnya meninggalkan kita untuk mengerjakan aktivitas lainya. Sementara aku dan Balang afit dikelilingi oleh para senior yang merasa kecewa dengan perbuatan kita. Di sana serasa ruang hampa dan merasa di kucilkan begitu saja. Walaupun sepiring nasi dan kopi di berikan layaknya seorang tamu lainnya. Pemberian tersebut pertanda bahwa identitas Balang kita dipertanyakan bahkan sudah tidak dianggap lagi. Otak ini seakan memutar kembali pada saat posisiku dulu dengan keadaan yang bimbang. Alhasil dua pilihanlah yang harus aku tempuh, menyerah di akhir perjalanan dan melanjutkan titik penghabisan. Segala usaha kami tempuh dan membiarkan ocehan mereka. Sosok senior, bang fadil namanya. Dia menanyakan dan membantu masalah kami. Action Action Action!. Ungkapan itu yang terus ia utarakan. Mata memandang para Balang yang sedang mengerjakan aktivitas di luar sana, hati ini serasa pilu yang hanya mendengarkan ucapan selamat datang layaknya tamu yang baru datang di pekarangan. Sementara Balang di sampingku ini hanya pasrah belaka. Dengan tekad dan keyakinan bersama untuk bisa melanjutkan kembali bersama para Balang lainnya, kami pun berjalan cepat layaknya seorang pelari sprint. Permohonan maaf dan janji terus dilontarkan. Sejuta kesempatanlah yang terus kami harapkan. Tetesan air mata dan harapan di atas derasan air hujan para Balang seakan menggugah semangat kami. Namun, hal ini malah berbanding terbalik pada sosok Balang afit yang ditetesi minyak yang baunya menghanguskan bumi. Rasa syukur perlakuan hal itu tidak dirasakan oleh diriku. Namun, aku tetap merasakan apa yang ia rasakan. Keputusan pun di tangan para senior dan para Balang. Walaupun bentakan yang terus dilontarkan para Mpo-Abang terngiang di telinga. Hati ini tetap tidak ridho. Alhasil, aku pun selamat di medan perang. Namun, Balang afit yang hanya sosok polos bertabur pasrah itu tetap di permasalahkan karena sejuta masalah yang terus ia lakukan. Satu kesempatan yang diberikan pada sang Balang pun diberikan pada saat ia harus memimpin sebuah game dengan posisi mata para Balang tertutup. Berbagai games dan simulasi besar terus di lakukan dengan semampunya. Walaupun keputusan yang mereka iya-kan adalah penambahan satu hari kegiatan outdoor. Aku tidak tahu ini sebagai guyonan belaka ataupun kenyataan.
Segala upaya yang terus kami lakukan dan berbagai respon para Mpo-Abang yang bernilai sebelah mata. Hal ini membuat kehabisan rencana. Apa yang harus mereka lakukan kembali? Alhasil sebuah amanat yang diberikan pada saat pra outdoor dulu mengisahkan goresan air mata kembali.
Tatkala pemeriksaan sebuah telur berharga pun tiba. Inilah kesempatan terakhir ku untuk membuktikan aku layak atau tidaknya masuk KSR. Dengan sebuah telur yang hanya ukuran kecil itu, apakah kami semua dapat menjaga amanah tersebut yang dapat berpengaruh kelangsungan nantinya? Ujar Mpo Rahma sebagai Ketua Diklat. Hati pun terasa berbeda tatkala dibuka sebuah wadah nesting yang berisi barang berharga tersebut. Ternyata telur ini hanya tersisa kuning dan putih telur yang terpisah di dalam plastik kecil. Diri ini seakan kecewa, tak bisa menjaga amanah tersebut. Walaupun semalam sebelumnya telur tersebut masih terlihat utuh. Para Balang pun dipisahkan sesuai dengan kondisi telur tersebut. Sebuah pertanyaan pun dilontarkan kepada para Balang layak atau tidaknya menjadi seorang anggota muda di KSR dengan kondisi seperti ini. Aku pun bertekad yakin dan “keukeuh” untuk menjalankan semuanya ini. Para Balang lainnya pun melanjutkan perjalanan mereka. Sementara aku dan teman Balang lainnya masih melobi para tim diklat. Alhasil keputusan bulat pun didapatkan. Keputusan di mana aku dan yang lainnya harus berjalan menyusuri mereka dengan diakhiri jalan jongkok dan merangkak untuk menuju wilayah kawah ratu di atas gunung sana. Ternyata para Balang lainnya pun membantu dan menanti kedatangan kami. Matahari pun terasa bersinar kembali. Persiapan menuju kawah ratu pun disiapkan dengan tenaga exstra. Barang-barang yang tidak penting pun dibuang begitu saja. Sosok senior, ka Amel namanya terus memberikan semangat pada kita semua untuk mendaki kembali. Para Balang pun saling menyemangati satu sama lain.
Perjalanan pun terasa berbeda. Perjalanan yang seharusnya lebih lama menuju kawah ratu itu seakan terasa cepat. Terdengar aliran mata air yang terhempas di bumi, para Balang pun diminta berjalan jongkok sambil menutup mata. Hal ini menjadi suatu keanehan dan pertanyaan besar dalam diri. Sebuah tas carrier pun dilepas. Detak-detak jantung tersus berdebar, aliran air mulai meresapi tubuh, ikatan hempasan tangan para Balang menguatkan tubuh ini. Yel-yel dan nyanyian penyemangat dinyanyikan, prinsip yang mendasari sosok penolong pun di lontarkan dengan lantang. Walaupun hempasan angin dan tetesan air mengguyuri tubuh. Ikatan batin ini tetap menggetarkan jiwa. Slayer putih yang menjadi tonggak perjuangan selama ini pun dilepas oleh para Mpo-Abang. Rasa penasaran pun kian membara tatkala aku dan Balang lainnya tak bisa memejamkan mata. Tiba-tiba sebuah helayan asing menutup mata kembali. Permintaan untuk membuka mata pun diutarakan oleh sosok ketua KSR. Hitungan detik demi detik tatkala memejamkan mata membuat hati ini terasa lega. Sebuah kain slayer putih yang bercap KSR pun akhirnya kami raih.. Sebuah perjanjian suci diantara tanda-tanda kekuasaan sang Illahi dan jajaran lainnya sebagai pertanda bahwa para Balang resmi sebagai Anggota Muda (AMD) yang telah mereka harapkan sejak dulu. Identitas bakal calon anggota (BALANG) pun telah sirna Rasa haru, pilu, sedih, senang, bahagia, dan ucapan selamat seakan menjadi warna-warni kehidupan yang semakin terasa. Gelombang yang menerpa diriku dan para Balang pun berakhir dengan sebuah daratan yang indah. Perjalanan saksi bisu selama lima hari masa-masa outdoor dan indoor dulu merupakan langkah awal bagi kita.
Hari minggu, 22 November 2015 ialah hari yang menjadi sejarah yang tak akan pernah terlupakan sepanjang hidupku. Canda tawa yang menghiasi keenam belas Balang; Balang Acep, Afit, Riza, Ridho, Azka, Syahrul, Arti, Iyat, Ulma, Yanti, Widad, Linda, Okta, Tiwi, Nadia, dan Muna menjadi sebuah keluarga baru di KSR ini. “Totally Care, Strong, and Confident” yang menjadi motto kita bersama tertanam di dalam dada. Harapan dan cita-cita bersama untuk mengabdi pada Sang Illahi terus dilakukan untuk membantu umat Nabi Adam dan Hawa ini. Sebuah tahapan menjadi anggota penuh pun menjadi tonggak kedepannya yang mudah-mudahan keenam belas Anggota muda ini bisa meraihnya. Amiin.
Alhamdulillah. Sebuah kata sebagai bentuk rasa syukur kami pada Illahi. Sejuta terima kasih dan sejuta maaf kepada semuanya yang tak bisa diungkapkan satu per satu. Sejuta semangat bagi para Balang lainnya. SYUMANGET!
![balang acep](https://asset.uinjkt.ac.id/uploads/sRLHqoTO/2016/10/balang-acep-193x300.jpg)