PUISI : Kepada pria setengah abad
PUISI : Kepada pria setengah abad
Oleh : Novianti Wahyuningsih AW (Mahasantri Mabna Syarifah Muda'im) Teruntuk pria separuh baya Bekerja keras bak robot tak berbaterai Menghabiskan waktunya Ditempat yang disebut beroda empat Apih.. Ragamu bagai besi yang tak berkarat Badanmu yang ditempa air hujan Terkena panasnya sang raja siang Dinginnya angin malam Tak lantas membuatmu mengeluh Demi sesuap nasi untuk anak-anakmu Bahkan, kau rela meluapkan Menuangkan tangis Menengadahkan keringat Hanya untuk anakmu Agar citanya tak berujung pada jurang Agar jenjang didiknya tak terhenti Pada jembatan yang nampak jurang Engkau tulus Engkau tak pamrih Engkau tak terganti Bagiku, engkau pahlawanku Tanpa jas yang kau kenakan Tanpa dasi yang merias lehermu Tanpa pula laptop Ataupun sejenis tas Yang berisi beribu kesibukan Dan uang yang melimpah Hanya butuh tenaga Motor penggerak Lalu tempat beroda empat sewaan Yang akan engkau bawa Membawa penumpang Yang membutuhkan jasamu Apih.. Aku anakmu yang rewel ini Manja tak terkendali Sering merengek Meminta sepersen uang Setelah selesai jenjang ini Tuntutan ini ku rasa Aku malu meminta kepada Pria yang setiap harinya Memanjankanku dengan nafkahnya Apih.. Wajahmu mulai mengerut Rambutmu mulai memutih Badanmu tak sekekar dulu Tak sesehat jaman Ananda masih duduk dalam Dekapan dan pangkuan Hangatnya pelukmu Pih Walau badanmu diterpa angin Kepalamu bak susu putih Yang menelan hitam Ubanmu telah tumbuh banyak Badanmu sudah banyak sakit Engkau telah lama memendam perih Meraup sakit kram-mu, Diabetesmu, kolesterolmu Kakimu, perutmu, dan telingamu Cucuran darah keringat Lalu mata yang mulai memerah Tak pelak membuatmu jatuh Mengeluh tanpa ujung Kau tetap tegar Bak baja yang tangguh Diterpa tajamnya benda pukul Tak apa pih Walau selama ini aku merantau Aku sudah tak kau kasih jatah Bukan kau tak mau Tapi tuntutan dalam rumah Lebih membutuhkan dibanding aku Ananda ikhlas hidup Dengan kesederhanaan ini Ananda ikhlas menimba ilmu Dengan perut yang tak bersahabat Ananda baik baik saja Dan ananda kuat 'Neng' Begitu engkau memanggilku Panggilan tersayangmu kepada ananda Walau kakimu bengkak Perutmu sudah membuncit Kantung matamu sudah tak tertahan Tapi engkau tetap berkata 'apih baik baik saja' Maka, ijinkan ananda kuat sepertimu Dibumi rantauan ini Dikerasnya ciputat ini