PUBLIC HEARING di Mabna Syekh Nawawi.
Berita UIN. 22 Desember 2016. Mabna Syekh Nawawi menggelar acara Public Hearing dan khataman Al-Qur’an. Acara ini memang sempat tertunda dari waktu yang telah direncanakan oleh pihak panitia karena satu dan lain hal. Rangkaian acara tersebut diawali dengan khataman Al-Quran yang diikuti oleh hampir semua mahasantri Mabna Syekh Nawawi, yang dilakukan ba’da Subuh secara bergantian. Dan ba'da Maghrib, membaca juz 30.
Pengasuh Mabna Syekh Nawawi, Ust. Utob Tobroni, Lc., MCL memberikan sambutannya dalam acara ini. Beliau mengungkapkan bahwa acara ini merupakan bentuk aspirasi dari para mahasantri terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan Mabna Syekh Nawawi.
Setelah memberikan sambutannya, acara yang dimoderatori oleh Murobbi Waskito Wibowo ini kemudian dilanjutkan dengan penyampaian aspirasi dari para mahasantri yang terbagi menjadi tiga sesi. Pada sesi pertama dan kedua, moderator memberikan kesempatan kepada masing-masing tiga orang mahasantri, dan pada sesi ketiga hanya diberikan kepada dua orang mahasantri, karena waktu yang semakin larut. Setiap sesi, Kyai Dr. Akhmad Shodiq, MA, yang merupakan tokoh utama yang ditunggu-tunggu oleh mahasantri, memberikan tanggapannya terhadap masing-masing pertanyaan, kritik, maupun usulan dan saran dari mahasantri.
Aspirasi yang disampaikan oleh mahasantri banyak membicarakan seputar fasilitas fisik, kemudian terkait program kegiatan dan keberadaan mahasiswa asing yang mayoritas berasal dari Gambia. Mereka mengharapkan pelayanan yang lebih baik dari kondisi yang ada saat ini.
Dalam menyampaikan tanggapannya, Kyai Shodiq menyatakan bahwa beliau tidak berposisi sebagai seorang Kyai, namun lebih cenderung sebagai pengurus Ma’had. Dari berbagai aspirasi yang disampaikan oleh mahasantri, beliau menyatakan akan menindaklanjutinya dengan mempertimbangkan dari berbagai aspek, kebaikan maupun keburukan, dan juga akan berdiskusi dengan pengurus Ma’had yang lain, yaitu para pengasuh dan staf Ma’had.
Yang menarik disini adalah, jika Kyai Shodiq yang merupakan Kepala Pusat Ma’had Al-Jami’ah ini, memberikan tanggapan sebagai seorang Kyai, maka cukup satu jawaban yang merupakan Anti Klimaks dari berbagai aspirasi yang disampaikan oleh para mahasantri. “احتمال الأذى - Wajibnya wajib seorang santri adalah kuat menderita...” begitulah jawaban dari Kyai Shodiq yang cukup membuat para mahasantri terdiam dan merenung.
Kemudian Kyai Shodiq menyatakan bahwa kurang bermanfaat jika pertemuan ini hanya sebatas ajang penyampaian aspirasi semata. Maka beliau pun menyampaikan tausiyahnya yang cukup memotivasi para mahasantri untuk hidup lebih bersahaja. Beliau pun menjabarkan jawaban anti klimaks tadi dengan menjelaskan cara-cara mengendalikan nafsu. Ada istilah matilah sebelum mati. Mati disini bukan berarti matinya jasad. Namun mematikan nafsu. Tapi bukan nafsunya dihilangkan atau dimatikan sehingga tidak mempunyai nafsu sama sekali. Yang dimaksud mematikan nafsu disini adalah mengendalikan hawa nafsu secara penuh.
Ada empat macam mati, yaitu :
- Mati hitam : Mengalahkan atau mengendalikan nafsu dengan cara menerima keadaan yang berat.
- Mati Merah : Mengendalikan nafsu dengan cara tidak menuruti apa yang menjadi keinginannya.
- Mati Putih : Mengendalikan nafsu dengan cara kuat menahan lapar, yaitu kuat berpuasa.
- Mati Hijau : Mengendalikan nafsu dengan menjalani kehidupan dengan sederhana.