Perempuan Multitasking dalam Perspektif Islam
Perempuan Multitasking dalam Perspektif Islam
Perempuan Multitasking dalam Perspektif Islam (Keseimbangan Posisi Perempuan Sebagai IRT dan Penopang Ekonomi Keluarga) Oleh: Aziza Nurul Amanah (Mudabbiroh Mabna Syarifah Khadijah)   Abstrak Perempuan memiliki banyak peran penting bagi kesejahteraan keluarga dan kesejahteraan masyarakat, Selain peran pokok perempuan adalah sebagai ibu rumah tangga yang mengurus dan mendidik anak, perempuan juga memiliki peran penting dalam pembangunan kesejahteraan di masyarakat. Akan tetapi fenomena yang terjadi saat ini yaitu tidak seimbangnya peran perempuan dalam menjalankan multitaskingnya. Banyak perempuan yang justru melalaikan peran utamanya sebagai istri dan ibu. Padahal Islam telah menegaskan, bahwa perempuan adalah madrasatul ula bagi anak-anaknya, jika seorang perempuan melalaikan kewajiban utamanya sebagai istri dan ibu, maka perempuan tidak dianjurkan untuk membantu menopang ekonomi keluarga. Oleh sebab itu penulis mencoba menawarkan solusi bagaimana keseimbangan antara peran perempuan dalam keluarga serta peran perempuan dalam menopang ekonomi keluarga dengan tetap menjadikan Al-Qur’an dan Hadist sebagai landasan utamanya. Kata Kunci: Problem, perempuan multitasking, ekonomi keluarga, pendidik keluarga, keseimbangan peran. Pendahuluan Eksistensi perempuan tidak hanya berdampak terhadap diri dan keluarga, tapi juga sangat berpengaruh terhadap masyarakat, bangsa dan negara. Bahkan kemajuan atau kehancuran negeri tergantung pada perempuan. Perempuan yang terdidik dengan baik akan melahirkan generasi yang baik dan memakmurkan negeri.(Ayatullah Khomeini: 2004). Peranan perempuan dalam konteks berbangsa dan bernegara tidak hanya terlihat pada masyarakat perkotaan, tetapi juga ada pada masyarakat pedesaan, dan bahkan penduduk pedalaman yang notabene berlatar belakang pendidikan rendah, dan menganut budaya patriarki. Rendahnya latar pendidikan perempuan didominasi budaya patriarki, merupakan salah satu faktor yang membatasi gerak perempuan, padahal perempuan memiliki potensi terutama dalam pemenuhan basic need. Karena perempuan sebenarnya memiliki tugas yang sama dengan lelaki dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik ia sudah berumah tangga atau belum. Perempuan memiliki hak untuk memiliki pendidikan, hak dalam pernikahan, hak politik, hak sosial, serta hak bekerja. Kepemilikan hak tersebut pada perempuan pada akhirnya menuntut perempuan untuk dapat  bersikap multitasking guna eksplorasi kemampuan yang ada dalam dirinya. Untuk itulah mengapa kemudian perempuan banyak yang bersikap merespon terhadap masalah-masalah yang ada disekelilingnya, terutama masalah pemenuhan ekonomi, yang kemudian menjadikan mereka sebagai wanita karir (Depdikbud: 2008). Perempuan dalam membantu untuk mencukupi ekonomi dirinya maupun keluarga sangat memegang peranan penting, karena dalam hal ini antara perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama untuk memenuhi kebutuhan ekonominya melalui bekerja (An-Nahl: 97) Sehingga tak jarang posisi perempuan menjadi polemik di tengah masyarakat, yang mana perempuan mengalami hal yang dilematis dimana mereka harus mempertahankan dapur supaya tetap mengepul atau turut terjun kelapangan pekerjaan. Kompetisi hidup dan tekanan ekonomi global dewasa ini membuat para perempuan harus bekerja di segala bidang. Berbagai jenis pekerjaan dilakukan seperti pembantu rumah tangga, pedagang, buruh, pendidik, dan sebagainya. Terlepas dari latar belakang perempuan tersebut yang terpenting adalah bahwa mereka bekerja karena mereka membutuhkan pekerjaan sebagai pemenuhan kebutuhan pokok hidup mereka sendiri (Mia Siti Aminah: 2010). Sejalan dengan ini, diakui bahwa peranan perempuan dalam lingkungan keluarga atau rumah tangga (domestic sector) dan lingkungan masyarakat (public sector) merupakan isu sentral yang sering dipermasalahkan dalam konteks pemenuhan kebutuhan dasar keluarga, misalnya keluarga petani dalam masyarakat desa. Pada praktiknya, jika ekonomi keluarga relatif lemah, misalnya pendapatan suami relatif kecil, maka akan terjadi dilema. Dalam hal ini, kalau suami keberatan atau melarang istri membantu mencari nafkah, maka larangan itu akan menjadi kendor. Larangan ini bisa dimaklumi sebab suami seakan-akan tidak bisa memberi nafkah istrinya. Bila istri ingin membantu suami mencari nafkah, konsekuensinya adalah istri tersebut harus bersedia berperan ganda. Dalam hal ini istri harus bersedia memikul tugas rumah tangganya sebagai seorang istri dan memikul tugas sebagai pekerja atau karyawan (Majalah Perkawinan dan Keluarga, Edisi 416 (Psikologi Keluarga)). Perbedaan peran perempuan dalam konsep Islam dan sekuler memang sangat signifikan, karena konsep dasar yang saling bertolak belakang (Jurnal IAIN Sunan Ampel Edisi XII: 1994). Peran perempuan dalam konsep sekuler selalu berorientasikan pada apa yang bisa dihasilkan dalam bentuk materi, seperti pendapatan, keterwakilan perempuan dalam parlemen dan lain sebagainya. Sedangkan dalam Islam sangat menghormati perempuan baik sebagai anggota keluarga dan anggota masyarakat (Q.S At-Taubah: 71). Dari uraian diatas penulis akan mengulas pandangan al-Qur’an mengenai “Perempuan Multitasking dalam Perspektif Islam (Keseimbangan Posisi Perempuan sebagai IRT dan Penopang Ekonomi Keluarga)”. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka Penulis membagi makalah ini menjadi tiga bagian yaitu pendahuluan berisi latar belakang dan rumusan masalah dalam bentuk narasi, pembahasan berisi tentang Perempuan multitasking, doktrin agama, peran perempuan sebagai IRT, peran perempuan multitasking dalam menjalankan fungsi keluarga dan peran perempuan dalam pengembangan ekonomi keluarga serta solusi yang dapat ditawarkan, kemudian penutup yang berisi kesimpulan.  
  1. Perempuan Multitasking dan Doktrin Agama
Multitasking berasal dari kata multi (ganda atau banyak) dan asking atau ask ialah aksi, kerja, tugas. Jadi multitasking semakna dengan tugas ganda (Meidar & Siti Nurhayati : 1995). Dengan demikian perempuan yang mempunyai tugas ganda sama sebagai perempuan karier dan perempuan pekerja. “Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia” karir berasal dari kata karier dalam bahasa Belanda artinya yang pertama, perkembangan dan kemajuan dalam kehidupan, pekerjaan dan jabatan. Kedua, pekerjaan yang memberi harapan maju (S.C Utami Munandar: 2001). Islam menjadikan bekerja sebagai hak dan kewajiban individu, dengan demikian antara laki-laki dan Perempuan mempunyai hak yang sama dalam bekerja. Jadi, Islam tidak membedakan dalam pembuatan syari’ah (tasyri’) antara laki-laki dan perempuan, keduanya dimata Allah swt sama dalam mendapatkan pahala. Karena sesungguhnya manusia adalah makhluk hidup yang diantara tabiatnya adalah berfikir dan bekerja. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an: يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقۡنَٰكُم مِّن ذَكَرٖ وَأُنثَىٰ وَجَعَلۡنَٰكُمۡ شُعُوبٗا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓاْۚ إِنَّ أَكۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَىٰكُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٞ ١٣   Artinya: Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (Q.S Al-Hujurat: 13). Al-Qur’an surat al-Hujuraat ayat 13 ini membahas tentang prinsip dasar hubungan antarmanusia. Karena itu, ayat ini tidak lagi menggunakan panggilan yang ditujukan kepada orang-orang beriman, tetapi kepada semua umat manusia. Penggalan pertama ayat ini, “...sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan...” adalah pengantar untuk menegaskan bahwa semua manusia derajat kemanusiaannya sama di sisi Allah, tidak ada perbedaan antara satu suku dan yang lain. Tidak ada juga perbedaan pada nilai kemanusiaan antara laki-laki dan perempuan karena semua diciptakan dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, hanya mungkin kodratnya yang berbeda, kalau perempuan diciptakan untuk mengandung dan melahirkan, tetapi dalam hal lain, seperti halnya bekerja, itu sama saja asalkan sesuai dengan aturan-aturan yang ditetapkan Allah. Pengantar tersebut mengantar pada kesimpulan yang disebut oleh penggalan terakhir ayat ini yakni “Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah yang paling bertakwa”. Karena itu, berusahalah untuk meningkatkan ketakwaan agar menjadi termulia di sisi Allah (M.Quraish Shihab: 2012). Perempuan yang bekerja atau berperan multitasking adalah perempuan yang mandiri, bekerja untuk menghidupi dirinya sendiri serta untuk mengaktualisasikan dirinya baik dalam ruang publik maupun domestik. Budaya patriarkhi yang berkembang selama ini, menempatkan perempuan dalam rumah tangga hanya melayani suami dan anak-anak. Sehingga seorang perempuan yang menjadi ibu rumah tangga dianggap tidak dapat menghasilkan sesuatu atau berproduksi, sedang laki-laki yang bekerja di luar rumah dianggap berproduksi, karena dapat menghasilkan uang untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Secara tidak langsung, ukuran dari seseorang dianggap berkarir adalah ketika orang tersebut menghasilkan dalam aspek ekonomi maupun memperoleh suatu jabatan dalam ranah publik. Semakin besarnya peranan perempuan dikemukakan (Marthatilaar : 1991) yang menunjukkan angka partisipasi perempuan dalam bidang pekerjaan di beberapa Negara industri maju. Dalam data itu tercatat bahwa pada tahun 1985 sebanyak 55% perempuan Amerika Serikat adalah pekerja, sedangkan di Jepang berjumlah 4% (1985), di Kanada 52% (1981), Inggris 47% (1987), Australia 46%(1981), dan Itali 33% (1981). Sedangkan di Indonesia, angka perempuan karir pun meningkat. Pada sensus ekonomi tahun 1987 melihat persentase perempuan di kalangan eksekutif mencapai 10% dan ini tergolong mencapai puncak karir, jumlah ini belum ditambah dengan kelompok yang sedang menggapai posisi puncak, kelompok madya, dan yang berstatus karyawan serta bekerja secara mandiri (Ibnu Ahmad Dahri: 1992). Dari paparan tersebut di atas jelas bahwa perempuan sangat berperan dalam pembangunan bangsa. Baik dalam sektor, ekonomi, pendidikan, budaya dan pemerintahan. oleh karena itu, sangat relevan jika hak –hak perempuan dalam kehidupan diperhatikan. Adapun hak-hak yang dimiliki perempuan adalah Hak pribadi ialah hak yang dimiliki perempuan sendiri tanpa campur tangan dari pihak lain diantaranya hak hidup, hak memperoleh pendidikan, hak waris, hak  memperoleh balasan dari tindakan, hak dalam pernikahan, hak sosial, hak politik serta hak bekerja (Istibsyaroh: 2004). Sejalan dengan hak bekerja, yang mana tercantum dalam Al-Qur’an surah an-nahl ayat 97: مَنۡ عَمِلَ صَٰلِحٗا مِّن ذَكَرٍ أَوۡ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤۡمِنٞ فَلَنُحۡيِيَنَّهُۥ حَيَوٰةٗ طَيِّبَةٗۖ وَلَنَجۡزِيَنَّهُمۡ أَجۡرَهُم بِأَحۡسَنِ مَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ ٩٧   Artinya:  Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. Dalam  surat An-Nahl ayat 97 ini, Quraish Shihab menjelaskan dalam kitabnya Tafsir Al-Misbah :“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, apapun jenis kelaminnya, baik laki-laki maupun perempuan, sedang dia adalah mukmin yakni amal yang dilakukannya lahir atas dorongan keimanan yang shahih, maka sesungguhnya pasti akan kami berikan kepadanya masing-masing kehidupan yang baik di dunia ini dan sesungguhnya akan kami berikan balasan kepada mereka semua di dunia  dan di akherat dengan pahala yang lebih    baik dan   berlipat  ganda dari  apa   yang telah mereka kerjakan“. Ayat ini menegaskan bahwa balasan atau imbalan bagi mereka yang beramal saleh adalah imbalan dunia dan imbalan akherat.  Amal Saleh sendiri oleh Syeikh Muhammad Abduh didefenisikan sebagai segala perbuatan yang berguna bagi pribadi, keluarga, kelompok dan manusia secara keseluruhan. Sementara menurut Syeikh Az-Zamakhsari, amal saleh adalah segala perbuatan yang sesuai dengan dalil akal, al-Qur’an dan atau Sunnah Nabi Muhammad Saw. Menurut Defenisi Muhammad Abduh dan Zamakhsari diatas, maka seorang yang bekerja pada suatu badan usaha dapat dikategorikan sebagai amal saleh, dengan syarat perusahaannya tidak memproduksi/menjual atau mengusahakan barang-barang yang haram.  Dengan demikian, maka seorang karyawan yang bekerja dengan benar, akan menerima dua imbalan, yaitu imbalan di dunia dan imbalan di akherat (Abu Al-Qashim: 2011) Kemudian Ayat ini juga merupakan salah satu ayat yang menekankan persamaan antara laki-laki dan perempuan. Sebenarnya, kata man (siapa) yang terdapat pada awal ayat ini sudah dapat menunjuk kedua jenis kelamin lelaki dan perempuan. Tetapi guna penekanan dimaksud, sengaja ayat ini menyebut secara tegas kalimat baik laki-laki maupun perempuan. Ayat ini juga menunjukkan betapa kaum perempuan pun dituntut agar terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang bermanfaat, baik untuk diri dan keluarganya maupun untuk masyarakat dan bangsanya, bahkan kemanusiaan seluruhnya.(Quraish Shihab: 2012).      
  1. Peran Perempuan Sebagai IRT
Peran perempuan sebenarnya dapat dilihat dari aktivitasnya (waktu), yakni perempuan  mampu berinteraksi pada lingkup publik dan lingkup domestik, sebab perempuan memiliki kemampuan sebagai individu otonom dengan haknya sendiri meski mereka menemukan pengalaman dalam dunia pendidikan, kerja, politik yang masih dibatasi oleh diskriminasi, marjinalisasi, dan pelecehan. Setelah perempuan kembali dari lingkup publik, perempuan kembali mengurus anak dan melayani suami. Hal tersebut menunjukkan bahwa perempuan terikat dengan waktu (lebih banyak ketimbang laki-laki), sehingga perempuan dapat menyatakan untuk menuntut persamaan hak yang diperoleh oleh laki-laki dan mereka juga berhak menentukan pilihannya dalam mengaktualisasikan dirinya sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku di Negara (Ritzer dan Goodman, 2010:421-422). Menurut Simantauw (2001:19), membagi empat peran gender yaitu :
  1. Peran Produktif, adalah kegiatan yang menghasilkan uang atau menghasilkan barang-barang yang tidak dikonsumsi (digunakan) sendiri. Misalnya bertani, berternak, berburu, menjadi buruh, dan berdagang.
  2. Peran Reproduktif, adalah kegiatan-kegiatan yang sifatnya merawat keluarga, seperti merawat anak, memperbaiki perkakas dan rumah, mengambil air, dan mencari obat-obatan alam.
  3. Merawat Masyarakat, adalah kegiatan-kegiatan masyarakat yang sifatnya menjadi kebersamaan, solidaritas antar masyarakat, menjaga keutuhan masyarakat, seperti upacara adat, dan lain-lain.
  4. Politik Masyarakat, adalah kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk mengambil keputusan yang berpengaruh pada kehidupan satu masyarakat, misalnya pertemuan kampung, pemilihan kepala desa/dusun, rapat pembagian tanah, pertemuan untuk mengatur air, keputusan untuk perang dengan desa tetangga, dan lain- lain.
Sedangkan menurut Widjono (dalam Racman, 2009:36), peran gender dibagi menjadi tiga yaitu:
  1. Peran Reproduksi, merupakan peran yang bertautan dengan aktivitas melangsungkan hidup dalam keluarga. Peran ini secara langsung tidak menghasilkan uang. Hakekatnya, peran ini dimainkan di dalam sektor domestik.
  2. Peran Produksi, merupakan peran yang dilakukan untuk mencari nafkah di luar rumah. Lazimnya, langsung menghasilkan uang. Hakekatnya, disebut peran ekonomi.
  3. Peran Sosial, merupakan peran yang dimainkan di dalam masyarakat. Yakni, peran-peran yang bertautan dengan kehidupan sosial.
 
  1. Peran Perempuan Multitasking dalam Menjalankan Fungsi Keluarga
Fungsi keluarga dijelaskan oleh Su’adah (2005:109), yaitu : “Fungsi biologis antara lain melahirkan anak, fungsi afeksi hubungan kasih sayang dan fungsi sosialisasi yaitu interaksi sosial dalam keluarga tentang pola-pola tingkah laku, sikap, keyakinan, cita-cita dan nilai-nilai dalam masyarakat dalam rangka perkembangannya.” Menurut Ahmadi (dalam Jurana, 2009:15), fungsi keluarga adalah suatu pekerjaan-pekerjaan atau tugas-tugas yang harus dilaksanakan di dalam atau oleh keluarga itu. Pekerjaan-pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh keluarga itu dapat digolongkan atau dirinci ke dalam beberapa fungsi, yaitu fungsi biologis, fungsi pemeliharaan, fungsi ekonomi, fungsi keagamaan, dan fungsi sosial. Dari beberapa pendapat di atas, maka fungsi perempuan dalam keluarga bertujuan untuk mensejahterahkan keluarganya. Adapun fungsi keluarga tersebut mencakup :
  1. Fungsi Sosialisasi dalam keluarga
  2. Fungsi Ekonomi dalam keluarga
  3. Fungsi Pendidikan dalam keluarga
  4. Fungsi Keagamaan dalam keluarga
  5. Fungsi Reproduksi dalam keluarga
  6. Fungsi Kasih Sayang, Pemeliharaan dan Perlindungan dalam keluarga
 
  1. Peran Perempuan Dalam Pengembangan Ekonomi Keluarga
Perempuan dalam kehidupannya mempunyai beban tugas yang lebih berat dibandingkan dengan laki-laki. Peran multitasking dari perempuan masa kini selain memiliki tanggung jawab di dalam rumah sebagai ibu juga di luar rumah sebagai perempuan karir. Peran perempuan ini secara sederhana ialah:
  1. Sebagai warga negara dalam hubungannya dengan hak-hak dalam bidang sipil dan politik, termasuk perlakuan terhadap wanita dalam pertisipasinya tenaga kerja, yang dapat di sebut dengan fungsi ekstren.
  2. Sebagai ibu dalam keluarga dan isteri dalam hubungan rumah tangga, yang dapat di sebut dengan fungsi intern (Nani Suwondo: 1981).
Fungsi ekstern dan fungsi intern tersebut merupakan dasar peran yang dimiliki perempuan terutama mereka yang memiliki karir, sehingga perempuan harus bebar-benar dapat mengatur perannya agar kedua peran tersebut tidak ada yang terabaikan. Keikutsertaan perempuan dalam bidang karir, banyak membawa pengaruh dalam segala aspek kehidupan, baik kehidupan pribadi dan keluarga, maupun kehidupan masyarakat sekitarnya. Dengan berperan multitasking setidaknya dapat membantu memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga, yang kurang bahkan juga tak jarang aktivitas ekonomi bertujuan untuk kekayaan materi, karena kekayaan materi ini sangat penting dalam hidup. Bahaya kelaparan sulitnya mendapatkan kebutuhan hidup dan faktor-faktor lain yang mengganggu pikiran dan tubuh tentu tidak akan memungkinkan suasana yang menyenangkan untuk mencapai tujuan hidup di dunia (Muhammad Nejatullah Siddiqi: 1991). Islam tidak mencela kebutuhan akan materi dalam aktivitas kehidupan manusia. Islam membenci kehidupan yang melarat, karena manusia dikaruniakan akal dan tenaga. Perubahan keadaan yang demikian menuju kehidupan yang lebih baik merupakan suatu tuntunan sebagaimana yang tersebut dalam ayat al-qur’an sebagai berikut “…dan jika kamu khawatir menjadi miskin, Maka Allah nanti akan memberimu kekayaan kepadamu dari karuniaNya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana” (Q.S At-Taubah : 28)                Dalam setiap aktivitas ekonomi tentulah mempunyai tujuan yang wajar, tujuan tersebut adalah:
  1. Memenuhi kebutuhan hidup seseorang secara sederhana;
  2. Memenuhi kebutuhan keluarga,
  3. Memenuhi kebutuhan jangka panjang,
  4. Memenuhi kebutuhan keluarga yang ditinggalkan,
  5. Memberikan bantuan sosial dan sumbangan menurut jalan Allah.
Dengan demikian, perempuan dan laki-laki mempunyai tempatnya masing-masing di dalam kehidupan kemasyarakatan dan kedua jenis manusia tersebut dapat menempati tempatnya masing-masing tanpa menjadi kurang hak-sama, karena pikiran, kecerdasan, menentukan nilai yang sama antara laki-laki dan perempuan. Memang banyak pekerjaan yang dikerjakan oleh laki-laki dan perempuan dengan tidak meninggalkan sifat-sifat asli perempuan. Malah menjadi kepala jawatan atau presidenpun tidak akan meninggalkan sifat-sifat aslinya, karena jabatan-jabatan ini, kecerdasan dan pikiranlah yang memegang peranan banyak (Nila Kusumah: 1960). Apapun jenis pekerjaan seorang perempuan atau hasil karya mereka dalam bentuk apapun adalah menjadi hak miliknya dan bertanggung jawab atas kerjanya itu. Dan pada umumnya dalam hal menopang perekonomian keluarga, kedudukan laki-laki dan perempuan ialah sebagai mitra yang sejajar. Dimana perempuan dapat membantu memenuhi kebutuhan keluarga yang makin bervariasi, tidak hanya bergantung pada penghasilan suaminya saja. Sedangkan untuk Pekerjaan rumah tangga sudah tidak lagi menjadi momok yang menakutkan bagi para perempuan. Perkembangan teknologi yang semakin canggih, dapat menjadi solusinya. Misalnya saja dengan menggunakan mesin cuci. Atau, dengan menyewa jasa asisten rumah tangga (pramuwisma). Solusi-solusi tersebutlah yang kemudian menjadikan perempuan memiliki waktu luang yang berlebih. Sehingga alangkah lebih baik jika diisi dengan kegiatan yang bermanfaat dan menghasilkan, menjadi perempuan multitasking. (Republika: 2017) Menurut Gandarsih dalam ungkapan menyikapi  perempuan multitasking dalam kemajuan zaman adalah, bahwa: “Kebudayaan meliputi gagasan-gagasan, cara berpikir, ide-ide yang menghasilkan norma-norma, adat istiadat, hukum dan kebiasaan-kebiasaan yang merupakan pedoman bagi tingkah lakunya dalam masyarakat. Tingkat yang lebih tinggi dan paling abstrak dari adat istiadat adalah sistem nilai budaya, karena sistem nilai budaya merupakan konsep yang hidup dalam alam pikiran (sebagainya) masyarakat. Sistem nilai budaya berfungsi sebagai pedoman tetapi juga sebagai pendorong kelakuan manusia dalam hidup”(Gandarsih: 1986).   Dari ungkapan tersebut berarti semakin jelas bahwa perempuan yang berperan multitasking pun tidak lepas dari norma-norma yang mengatur gerak dan langkahnya dalam bertindak, berpikir dan mengambil suatu keputusan. Karena sesungguhnya perempuan yang memiliki kepribadian sesuai dengan sistem budaya yang menaunginya, membentuk kepribadiannya yang diperoleh melalui proses sosialisasi. Perempuan multitasking sebaiknya berusaha untuk mempertahankan kepribadian sesuai dengan norma-norma yang mengikat yang diatur dalam sistem budaya. Dalam melaksanakan tugas sebagai perempuan yang bekerja di luar rumah, peran sebagai seorang ibu sebaiknya masih dilaksanakan. Secara tidak sadar telah terjadi suatu pergeseran nilai dalam diri perempuan. Untuk menghadapi semua itu sebaiknya dalam bekerja perempuan mengutamakan sikap moral dan religius. Sebab dengan kedua sikap tersebut berguna untuk mempertebal kepribadian, sehingga perempuan bisa menempatkan diri sebagai seorang ibu rumah tangga dan perempuan pekerja.  
  1. Etika Perempuan Pekerja
Ketika al-Quran tidak memberikan larangan kepada perempuan untuk bekerja, maka dapat dipastikan bahwa perempuan akan banyak memburu pekerjaan yang layak. Meskipun demikian, sebagai perempuan pekerja yang baik, hendaknya memperhatikan batasan-batasan serta nilai-nilai etis perempuan (Imad  Zaki al-Barudi: 2013, 447). Beberapa etika perempuan pekerja yang dapat dipatuhi antatra lain:
  1. Menjaga sopan santun (al-A’raf: 199)
  2. Berakhlak mulia (al-Isra: 37)
  3. Menjaga kehormatan diri (al-Nisa: 25)
  4. Bekerja berdasarkan profesionalitas (al-Isra: 84)
  5. Pekerjaan yang ia lakukan sesuai kodrat (al-Isra: 84)
  6. Tetap menjaga tujuan keluarga berupa sakinah (al-Rum: 21)
  7. Tetap menjaga musyawarah antara suami-istri ( ali Imran: 159)
Kesimpulan Pada uraian diatas dapat kita ketahui tentang kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan. perempuan diperbolehkan untuk bekerja di luar rumah sebagai perempuan multitasking, dalam hal ini sebagai perempuan yang berperan ganda adalah terdiri dari hak dan kewajiban. Islam menjamin kebebasan perempuan untuk berinteraksi dalam berbagai aspek kehidupan, akan tetapi pekerjaan yang diambil tidak melalaikan tugas domestik sebagai istri dan ibu. Bahkan perempuan boleh bekerja tanpa izin suami jika kedaan benar-benar memaksa (darurat), misalnya karena kewajiban menanggung biaya hidupnya sendiri beserta keluarganya. Selain itu ada juga etika yang harus dimiliki seorang perempuan bekerja yakni menjaga sopan santun, akhlak yang baik, menjaga kehormatan diri, bekerja secara profesional, memilih pekerjaan yang dilakukan sesuai kodrat dan kemampuannya, tetap menjaga kerukunan dan keharmonisan keluarga, serta tetap menjaga kepercayaan antara suami istri. Pada uraian ini juga menjelaskan bahwasannya seorang perempuan memiliki peran penting dalam pengembangan ekonomi, karena seorang perempuan memiliki tingkat kekreatifitasan yang baik untuk memproduksi suatu produk, misalnya pada perempuan pembisnis, ia mampu untuk terus mengembangkan inovasi baru untuk mengembangkan atau meningkatkan ekonomi demi mencukupi kebutuhan keluarganya.   DAFTAR PUSTAKA   Aminah, Mia Siti, 2010. Muslimah Career, Mencapai Karir Tertinggi Dihadapan Allah, Keluarga, dan Pekerjaan,  Pustaka Gratama: Yogyakarta. Dahri, Ahmad Ibnu, 1992. Peran Ganda Wanita Modern, al-Kausar: Jakarta. Departemen Agama R.I, 2010. Al-Hikmah al-Qur’an dan Terjemah, Diponegoro: Bandung Gandarsih. 1986,  Wanita dan Kemajuan Jaman. Javanologi: Yogyakarta. Istibsyaraoh, 2004,  Hak-hak Perempuan Relasi Gender menurut Tafsir Al-Sya’rawi, Teraju : Jakarta. Juariyah Dahlan, 1994. Wanita Karir, Jurnal IAIN Sunan Ampel Edisi XII, Surabaya Khomeini, Ayatullah, 2004, Kedudukan Wanita. Pustaka Lentera: Jakarta. Kusumah. Nila, S, 1960.  Wanita di Dalam dan di Luar Rumah, NV Nusantara : Bukit Tinggi Majalah Perkawinan dan Keluarga, Edisi 416 , Psikologi Keluarga. Meindar, 1995, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Tiga Dua: Surabaya. Munandar, S.C. Utami, 2001, Wanita Karir Tantangan dan Peluang Wanita Dalam               Masyarakat Indonesia Akses, Pemberdayaan dan Kesempatan. Sunan Kalijaga Press: Yogyakarta. Nejatullah Siddiqi, Muhammad, 1991. Kegiatan Ekonomi Dalam Islam, Bumi Aksara:  Jakarta. Racman, Ryant Dhinary. 2009. Persepsi Masyarakat Tentang Kesetaraan Gender Dalam Keluarga (Studi Kasus di Kelurahan Karang Joang Kota Balikpapan).   Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman: Samarinda. Ritzer, dan Goodman. 2010. Teori Sosiologi Modern, Edisi Ke-6. Jakarta: Kencana. Shihab, M. Quraish, 2012, Tafsir Al-Mishbah, cet ke V, Lentera Hati: Jakarta Simantauw, Meentje et al. 2001. Gender dan Pengolahan Sumber Daya Alam.             Kupang: Pikul. Sobary, Muhammad, 1999, Menakar Harga Wanita, Wanita Dalam Budaya Dominasi             Simbolis dan Actual Kaum Lelaki, Mizan: Bandung Suwondo, Nani. 1981. Kedudukan Wanita Indonesia Dalam Hukum dan Masyarakat, Ghalia Indonesia : Jakarta. Tilaar, Martha, 1991.  citra wanita Indonesia tahun 2000 kemandirian dalam menjawab pembangunan, dalam Melly gTan, Perempuan Indonesia Perempuan Masa Depan,  Pustaka Sinar Harapan: Jakarta. Thalib, Muhammad, 1999,  Solusi Islami Terhadap Dilema Wanita Karier, Wildha Press: Yogyakarta. Yunita, Awing, 2013, Peran wanita karier dalam menjalankan fungs keluarga. e-journal ilmu sosiatri Volume 1 no 2.   Internet:   http://www.republika.co.id/berita/humaira/samara/13/09/30/mtxb47-wanita-karier-dalam pandangan-islam diakses pada 12 Maret 2017, pukul 08.30