Menyelami Samudera Cinta Yang Tak Bertepi
Menyelami Samudera Cinta Yang Tak Bertepi
cinta-allah Oleh : Ibnu Setya/11160120000006/Pendidikan Bahasa Arab-FITK (Mahasantri Mabna Syeikh Abdul Karim)   Mendeteksi Kadar Cinta Kepada Allah. Cinta adalah kata yang tidak asing lagi bagi kita semua, khususnya bagi kalangan pemuda-pemudi. Dalam masalah cinta ini terdapat banyak sekali definisi. Dalam bahasa arab cinta disebut dengan menggunakan dua huruf yaitu hubb, Ha dan Ba. Ha yang berarti adalah keluarnya jiwa dan mengarahkannya kepada sesuatu yang dicintai dan Ba yang berarti adalah keluarnya badan dan mengarahkannya untuk ketaatan kepada sesuatu yang dicintai. Adapula yang mengatakan bahwa cinta adalah kecenderungan hati kepada sesuatu yang dicintainya, merasa ketentraman, ketenangan, hatinya pun terhubung dengan yang dicintainya. Masih banyak lagi definisi mengenai cinta. Masing-masing sulit untuk mendefinisikan cinta secara jelas dan mudah dipahami, karena memang cinta tidak dapat terlihat hanya dari kata-kata yang keluar dari mulut saja, sesungguhnya cinta hanya dapat tampak dari tabiat dan perilaku seorang pecinta. Banyak dari orang-orang yang mencintai hati mereka dipenuhi dengan cinta, yang jika ditanya mengenai definisinya, ketentuan dan hakikatnya dia tidak mampu mengungkapkan dan menjelaskannya. Kebanyakan ahli ilmu kalam didalam masalah cinta hanya berbicara mengenainya secara lisan ilmu dan bukan lisan kenyataan. Abu Umar Az-Zujaji mengatakan, “Hakikat cinta adalah mencintai apa yang dicintai Allah dalam hamba-hamba-Nya dan membenci apa yang dibenci Allah dalam hamba-hamba-Nya”. Imam Ibnul Qayyim mengatakan, “Hakikat cinta adalah pengesaan terhadap Allah Dzat yang dicintai, dan tidak mempersekutukan-Nya, kalaupun mencintai selain-Nya maka hal itu didasari cinta karena-Nya dan merupakan sarana untuk menggapai cinta-Nya”. Maka siapa saja yang tidak menjadikan Allah (ilah) sesembahan (rabb) sebagai penguasa dan pemelihara yang menjadi cinta terbesarnya niscaya hawa nafsulah yang akan menjadi ilah nya (sesembahannya). Allah berfirman dalam Q.S Al-Jatsiyah ayat 23 : أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَىٰ عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَىٰ سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَىٰ بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ ۚ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?   Dilain ayat Allah Ta’ala berfirman : وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ “Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah.”(Q.S. Al-Baqarah : 165). Allah mengabarkan bahwa ada manusia yang membuat tandingan selain Allah, dan mereka mencintainya sebagiamana mereka mencintai Allah. Perlu diketahui bahwa jika mencintai sesuatu dan amat merendahkan diri kepadanya (menyamai bahkan melebihi Allah) itu bisa menjadi bentuk ibadah dengan hatinya. Karena ibadah merupakan tingkatan terakhir atau puncak dari cinta. Hal ini disebut dengan Tatayyum. Tingkatan cinta yang pertama adalah ‘alaqah (hubungan). Dinamakan hubungan karena terdapat keterkaitan antara hati orang yang mencintai kepada sesuatu yang dicintai. Tingkatan cinta berikutnya adalah shababah (kerinduan). Dinamakan kerinduan karena tertuangnya hati orang yang mencintai kepada sesuatu yang dicintainya. Tingkatan cinta selanjutnya adalah gharam (cinta yang membara). Maksudnya adalah rasa cinta yang senantiasa menetap dan telah masuk ke hati yang paling dalam dan tidak terpisahkan darinya. Tingkatan cinta berikutnya adalah ‘isyq (mabuk asmara), yaitu cinta yang berlebihan dan rasa amat ingin memiliki, serta senantiasa membayangkan sesuatu yang dicintainya. Ini bisa menjadi penyakit bagi hati jika tidak ditangani dengan serius. Tingkatan cinta diatasnya adalah syauq (sangat rindu), yakni berkelananya hati menuju yang dicintainya, perasaan yang menggebu-gebu, membuat hati tidak karuan ingin bertemu dengan yang dicintainya, dan tak akan pernah berhenti sampai dia berhasil mendapatkan tujuannya. Tingkatan cinta yang paling tinggi adalah tatayyum, yang dimaksud dengan tatayyum adalah penghambaan pecinta terhadap apa yang dicintainya. Jika telah sampai pada tingkatan ini maka akan menjadi ta’abud yang bermakna peribadahan, maksudnya dia akan menjadi hamba yang menyembah bagi sesuatu yang dicintainya. Setiap manusia memiliki tingkatan yang berbeda-beda dalam tingkat kecintaannya kepada sesuatu yang dicintainya. Tetapi sebagai hamba Allah maka wajib bagi kita untuk menempatkan cinta kita kepada Allah adalah yang pertama dan yang tertinggi, karena Allah lah satu-satunya Dzat yang berhak untuk diibadahi dan tidak boleh dipersekutukan. Akan tetapi bagaimana caranya untuk mengetahui kadar (tingkat) cinta kita kepada Allah Ta’ala, maka yang pertama dapat dilihat dari kecintaan kita kepada Kalamullahu Ta’ala Al-Qur’an Al-Karim, perhatian kita dengan mendengar seruan firman-firman-Nya. Dikatakan oleh seorang penyair : Jika kau menyatakan cinta kepada-Ku , lalu mengapa kau jauhi Kitab-Ku Tidaklah kau perhatikan apa yang ada didalamnya, yang merupakan kelezatan seruan-Ku. Utsman bin Affan berkata : Sekiranya hati kita bersih, tentu ia tidak akan pernah merasa kenyang dengan firman Allah. Hasan Al-Bashri berkata : “Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian menganggap Al Quran sebagai kumpulan surat cinta dari Rabb mereka”. Para pecinta Al-Qur’an mampu merasakan kenikmatan dan ketentraman dari firman-firman Allah daripada mendengarkan nyanyian-nyanyian yang melalaikan mereka, karena mereka tau bahwa Al-Qur’an adalah petunjuk dari sang Maha Penyayang, yang dengannya mereka dapat menggapai cintanya Allah Ta’ala. Seperti sebagiaman yang dikatakan dalam syair : Dibacakan kepadamu Al-Qur’an, namun hatimu keras seperti batu. Tapi tatkala satu bait syair disenandungkan, engkau pun goyah seperti orang yang mabuk kepayang. Yang kedua adalah mengkuti ajaran Rasulullah shallallahu’alaihi wa salam, sebagaimana yang Allah Ta’ala firmankan : قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ “Katakanlah (wahai Muhammad kepada umatmu): Jika kalian benar-benar mencintai Allah, maka ikutilah aku (Muhammad), niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa kalian“.(Q.S.Ali-Imron : 31). Yang ketiga adalah beramal shalih, senantiasa mengerjakan ibadah yang fardhu dan sunnah disebutkan dalam hadits qudsi berikut ini: Dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu, ia berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam bersabda, "Sesungguhnya Allah Ta'ala berfirman : مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ وَلَئِنْ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ "Siapa yang memusuhi wali-Ku maka sesungguhnya Aku telah menyatakan perang terhadapnya. Dan tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu ibadah yang lebih Aku cintai dari apa yang telah Aku wajibkan kepadanya. Dan senantiasa seorang hambaKu mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan-amalan Sunah hingga Aku mencintainya. Jika Aku mencintainya maka Aku menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, dan sebagai  tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan sebagai kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Dan jika ia meminta (sesuatu) kepada-Ku pasti Aku akan memberinya, dan jika ia memohon perlindungan kepada-Ku pasti Aku akan melindunginya.” (H.R.Bukhari) Hadits ini menjelaskan, bahwa di antara sebab yang mendatangkan kecintaan Allah adalah mengerjakan amal-amal sunnah sesudah yang wajib secara istiqomah. Dan jika Allah sudah mencintai hamba, maka Allah akan memberi petunjuk pada anggota tubuhnya. Sehingga ia akan berkata dan berbuat sesuai keridhaan-Nya. Buah manis lain yang akan hamba tersebut dapatkan adalah doanya akan didengar dan dikabulkan. Ia berada pada perlindungan Allah Ta’ala  dari segala yang mengancam dirinya. Dari pernyatan-pernyatan yang telah dijelaskan diatas kita mampu mengukur seberapa dalam dan besarkah kadar cinta kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bagaimanakah hubungan kita dengan Al-Qur’an? Sudahkah kita menikmati bacaannya dan mengamalkannya? Sudahkah kita hidup dengan mengikuti ajaran Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam? Apakah kita telah melaksankan ibadah fardhu dengan baik dan menyempurnakannya dengan ibadah yang sunnah dengan istiqomah? Mari kita hisab terlebih dahulu diri kita sendiri didunia, agar kita bisa terus memperbaiki hubungan cinta kita dengan Allah Ta’ala dan tidak menyesal di hari akhir nanti.  Semoga Allah selalu membimbing kita di atas jalan yang lurus, yaitu diatas jalan Al-Qur’an dan As-Sunnah hingga kematian menjemput kita. aamiin Wallahua’lam     SUMBER : Al-Jauziyyah, Imam Ibnul Qayyim. 2009. Ad-Daa’ Wa Ad-Dawaa’ Macam-Macam Penyakit Hati yang Membahayakan dan Resep Pengobatannya. Jakarta : Pustaka Imam Syafi’i Al-Jauziyyah, Imam Ibnul Qayyim. 2015. Thariq Al-Hijrataini wa Bab As-Sa’adataini Jalan Orang Shalih Menuju Surga : Menuju Terminal Kebahagiaan Terakhir. Jakarta : Akbarmedia