Mengenal kitab “al-Wafi fi syarh al-Syatibiyah fi al-Qira’at al-sab’i”  karya Syaikh Abdul Fattah Abdul Ghani al-Qadhi (w. 1403 H)[1]
Mengenal kitab “al-Wafi fi syarh al-Syatibiyah fi al-Qira’at al-sab’i” karya Syaikh Abdul Fattah Abdul Ghani al-Qadhi (w. 1403 H)[1]
Oleh : Muhammad Sholeh Hasan (Pengasuh Asrama Putra / Ma’had Syaikh Abdul Karim / Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)   Pendahuluan Ilmu Qiraat tujuh dan ilmu Qiraat sepuluh adalah bagian dari ilmu-ilmu al-Quran  seperti ilmu Asbab al-Nuzul dan ilmu Makki dan Madani. Pembahasan ilmu Qiraat tujuh dan ilmu Qiraat sepuluh dalam kitab-kitab Ulum al-Quran biasanya dimulai dari pembahasan “Unzilal al-Quran ‘ala sab’ati Ahruf”. Apa yang dimaksud dengan diturunkannya al-Quran atas tujuh huruf? Sekian ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Kemudian dihubungkan dengan istilah Qiraat sab’ah. Apakah istilah Qiraat Sab’ah yang dimaksud dengan tujuh huruf ? Masalah ini sangat jelas dan gamblang dibahas di dalam kitab-kitab Ulum al-Quran seperti kitab al-Burhan fi Ulum al-Quran karya imam al-Zarkasyi, al-Itqan fi Ulum al-Quran karya imam Jalal al-Din al-Suyuti, Manahil  al-Irfan fi Ulum al-Quran karya imam Abd al-‘Azim al-Zarqani, Mabahits fi Ulum al-Quran karya Dr. Subhi al-Sholeh dan karya Dr. Manna khalil al-Qattan, al-Madkhal li dirasah al-Quran al-karim karya Dr. Muhammad Muhammad Abu Syahbah serta sejumlah kitab-kitab Ulum al-Quran lainnya. Oleh karena itu saya tidak perlu lagi membahasnya, saya persilahkan kepada adik-adik untuk membacanya dan mendalaminya karena membaca adalah kunci ilmu pengetahuan dan sarana untuk menambah wawasan. Bagi yang malas membaca lebih baik tidak usah kuliah. Buang-buang duit. Lalu apa yang akan saya bahas di dalam makalah ini ? Berdasarkan pengalaman saya di dalam menekuni ilmu Qiraat Sab’ah ini ada beberapa hal yang menarik :
  1. Dari segi istilah penggunaan belajar al-Quran
Ketika saya belajar ilmu Qiraat Sab’ah di kampung saya (Ujung Harapan, Bahagia, Babelan, Bekasi), istilah yang berkembang sangat berpareasi seperti si Sholeh lagi ngaji Qiraat artinya sedang ngaji ilmu Qiraat tujuh. Si Sholeh lagi ngaji Quran artinya murni sedang ngaji / belajar baca al-Quran dari sisi Tajwid dan Makhroj. Si Sholeh lagi ngaji lagu artinya murni belajar lagu-lagu al-Quran seperti Bayyati, shobah dan hijaz.
  • Ketika saya sedang menghafal al-Quran di Cigombong Bogor, kebetulan ketika itu saya sering ke pesantren K.H Abd. Rahman Semplak Bogor, sebuah pesantren khusus belajar lagu-lagu al-Quran. Istilah yang berkembang agak berbeda seperti belajar Qiraat Sab’ah langsung dibilang sedang ngaji Sab’ah. Belajar lagu-lagu langsung dibilang lagi ngaji Qurra. Sedang ngaji tahfiz artinya sedang menghafal al-Quran. Istilah ngaji Qurra dibarengi dengan ngaji tajwid dan makhraj. Dari dua tempat Bekasi dan Bogor, istilah yang kurang populer adalah ngaji Murattal dan Mujawwad.
  • Ketika saya sedang belajar di al-Azhar Cairo Mesir. Istilah yang paling populer ialah untuk ngaji Qiraat Sab’ah langsung dibilang sedang ngaji Qiraat. Untuk ngaji lagu dibilang sedang ngaji dengan Mujawwad dan ngaji tajwid serta makharij langsung dibilang sedang ngaji Murattal.
  • Kembali kepada masalah Qiraat tujuh dan Qiraat sepuluh, umumnya yang dipelajari di sekolah dan perguruan tinggi hanya dari sisi pengenalan apa itu Qiraat? Apa itu tujuh huruf ? Apa itu imam yang tujuh? Dan hubungannya dengan tujuh huruf? Adapun dari sisi pendalaman dalam bentuk mempraktekan yang bersifat Ushul dan Farsy itu tidak ada. Oleh karena itu di Mesir dibuat Ma’had khusus (setingkat Tsanawiyah dan Aliyah di Indonesia) untuk mendalami ilmu Qiraat Sab’ah ini yang bertempat di Syubra al-Khaimah, tidak jauh dari universitas al-Azhar di Cairo. Untuk perguruan tingginya dibuat jurusan khusus, namanya “kulliyat al-Quran wa al-Qiraat wa ulumiha”. Yang baru ada hanya di kota Thonto, tempat yang tidak jauh dengan kota Iskandariyah yang juga merupakan salah satu provinsi di Mesir. Syarat masuk ke kuliyah ini harus hafal al-Quran, bukan orang yang pernah menghafal al-Quran tapi hafalannya sudah rusak. Untuk di Indonesia mungkin di PTIQ atau IIQ. Wallahu a’lam.
  • Oleh karena itu di dalam makalah ini saya langsung ingin membedah satu kitab yang merupakan rujukan utama di Ma’had Qiraat, Syubra al-Khaimah, Cairo Mesir. satu kitab ini bukan seperti kitab-kitab Ulum al-Quran lainnya akan tetapi merupakan kitab praktik langsung kepada Qiraat tujuh dan Qiraat sepuluh.
  1. Dari segi metode belajar Qiraat Sab’ah.
  • Pengalaman saya belajar Qiraat Sab’ah dengan cara :
Saya langsung talaqqi dengan guru saya. Pertama : saya talaqqi riwayat imam Susi dan imam Duri dari Qiraat Imam Abu Amr al-Bashri. Kedua : saya talaqqi riwayat imam khallaf dan imam khallad dari Qiraat Imam Hamzah al-Kufi. Ketiga : saya talaqqi riwayat imam Warsy dan imam Qalun dari Qiraat Imam Nafi’ al-Madani. Keempat : saya talaqqi riwayat imam dzakwan dan imam Ibnu Hisyam dari Qiraat Imam Abdullah ibnu ‘Amir al-Syami. Kelima : saya talaqqi riwayat imam Duri Kisai dan imam Abu al-Harits dari Qiraat Imam Kisa’I al-Kufi. Keenam : saya talaqqi riwayat imam Syu’bah dan sebelumnya kita atau hampir seluruh ummat Islam selalu belajar dan membaca riwayat imam Hafs bahkan mungkin hingga hari Qiamat nanti semua ummat Islam membaca riwayat imam Hafs ini dari Qiraat imam ‘Ashim al-Kufi. Ketujuh : saya talaqqi riwayat imam Qumbul dan imam Bizzi dari Qiraat Imam Ibnu Katsir al-Makki. Setelah saya selesai bertalaqqi dari tujuh Imam Qiraat ini lalu saya membaca di hadapan guru saya kitab “al-Wafi fi Syarh al-Syatibiyah fi al-Qiraat al-Sab’i”. Metode yang saya gunakan tidak harus hafal al-Quran lebih dahulu secara utuh, akan tetapi wajib bisa lebih dahulu Tajwid dan Makhorij yang benar dibarengi belajar ilmu Nahwu dan ilmu Shorf serta Bahasa Arab agar kita bisa membaca dan memahami kitab kuning  / gundul  dan juga belajar Qiraat Sab’ah dengan sistem talaqqiriwayatan fa riwayatan” kemudian setelah itu baru berangkat ke pesantren tahfiz untuk menghafal al-Quran. Berbeda dengan metode belajar ilmu Qiraat Sab’ah di Pesantren al-Quran di Kudus, (Alm. Almagfurlah K.H. Arwani Kudus). Seorang santri harus hafal al-Quran lebih dahulu, setelah itu baru diperbolehkan belajar ilmu Qiraat Sab’ah. Adapun di Mesir sama dengan metode di pesantren Kudus. Menurut saya keduanya benar, hanya beda cara menuju ridha ilahi.   Kitab “al-Wafi fi syarh al-Syatibiyah fi al-Qiraat al-Sab’i”. Kitab ini merupakan Syarah atau penjelasan matan bait Syi’ir yang membahas tentang Qiraat Sab’ah karya Imam al-Syatibi. Dalam muqaddimah kitab al-Wafi fi Syarh al-Syatibiyah fi al-Qiraat al-Sab’i ini, Syekh Abd Fattah al-Qadhi memberikan beberapa pendahuluan :
  1. Biografi Imam al-Syatibi.
Imam al-Syatibi nama lengkapnya adalah Abu al-Qasim ibn Firah ibn khalaf ibn Ahmad al-Syatibi al-Andalusi. Lahir di kota Syatibah pada tahun 538 H. Mendalami ilmu Qiraat pertama kali di kampungnya dengan Syekh Abu Abdillah Muhammad bin Abi al-Ash al-Nafari. Pendalaman berikutnya beliau hijrah ke kota Balnasiyah. Di kota itu beliau bertalaqqi kitab al-Taisir dengan pengarangnya langsung yaitu Imam Abu ‘Amr al-Dani. Belajar ilmu Qiraat dan Hadits dengan Imam Ibn Hujail. Belajar kitab Imam Sibawaih, kitab al-Kamil karya Imam al-Mabrad dan kitab Adab al-katib karya Imam Ibn Qutaibah dengan Imam Abu Abdillah bin Humaid. Kemudian beliau hijrah ke Mesir dan menetap di sana hingga akhir hayatnya. Di Mesir beliau menjadi ulama besar yang disegani oleh penguasa Mesir dan rakyatnya. Beliau wafat pada tanggal 28 Jumadil Akhir tahun 590 H. dimakamkan di bukit Muqottom, tidak jauh dari makam Imam Syafi’i.  
  1. Menyebutkan beberapa Hadits tentang “Unzilal Quran ‘ala Sab’ati Ahruf”. Diantaranya :
عَنْ عُمَرَ ابنِ الخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ هِشَامَ بنِ حَكِيْمِ بنِ حِزَامٍ يَقْرَأُ سُوْرَةَ الفُرْقَانِ فِيْ حَيَاةِ رَسُولِ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاسْتَمَعْتُ لِقِرَاءَتِهِ فَإِذَا هُوَ يَقْرَأُ عَلَى حُرُوفٍ كَثِيْرَةٍ لَمْ يَقْرَئَنِيْهَا رَسُولُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكِدْتُ أُسَاوِرُهُ فِيْ الصَّلاَةِ فَتَصَبَّرْتُ حَتىَّ سَلِمَ فَلَبِبْتُهُ بِرِدَائِهِ . فَقُلْتُ مَنْ أَقْرَأَكَ هَذِهِ السُّوْرَةَ الَّتِيْ سَمِعْتُكَ تَقْرَأُ ؟ قَالَ : أَقْرَأَنِيْهَا رَسُولُ اللهِ   صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ . فَقُلْتُ كَذَّبْتَ . فَإِنَّ رَسُولَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ أَقْرَأَنِيْهَا عَلَى غَيْرِ مَا قَرَأْتُ . فَانْطَلَقْتُ بِهِ أَقُوْدُهُ إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ إِنِّيْ سَمِعْتُ هَذَا يَقْرَأُ سُورَةَ الفُرْقَانِ عَلَى حُرُوفٍ لَمْ تَقْرَأَنِيْهَا . فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِقْرَأْ يَا هِشَامُ ؟ فَقَرَأَ عَلَيْهِ القِرَاءَةَ الَّتِيْ سَمِعْتُهُ يَقْرَأُ . فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَذَالِكَ أُنْزِلَتْ . ثُمَّ قَالَ إِقْرَأْ يَا عُمَرَ ؟ فَقَرَأْتُ القِرَاءَةَ الَّتِيْ أَقْرَأَنِيْ . فَقَالَ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَذَالِكَ أُنْزِلَتْ . إِنَّ هَذَا القُرْأَنَ أُنْزِلَ عَلَى سَبْعَةِ أَحْرُفٍ فَاقْرَأُوْا مَا تَيَسَّرَ مِنْهُ . رَوَاهُ البُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ . Makna hadits ini ialah :
  • Terjadi perbedaan bacaan antara Umar bin Khattab dan Hisyam bin Hakim pada surat al-Furqan.
  • Keduanya menghadap nabi Muhammad SAW untuk mengadukan perbedaan bacaan al-Quran yang mereka punya.
  • Kemudian nabi meminta keduanya untuk membacakan perbedaan bacaan yang dimilikinya.
  • Setelah nabi mendengar dari mereka berdua nabi membenarkan bacaan mereka berdua.
  • Lalu nabi bersabda : al-Quran diturunkan atas tujuh huruf, bacalah huruf yang mudah bagi kalian.
 
  1. Menyebutkan perbedaan ulama menyikapi makna tujuh huruf.
Dalam kitab ini Syekh Abd Fattah al-Qadhi tidak menyebutkan satu persatu pendapat para ulama tentang perbedaan makna tujuh huruf. Beliau langsung menyebutkan pendapat yang paling tepat menurut beliau[3]. Yaitu beberapa aspek yang terjadi di dalamnya perubahan dan perbedaan. Perubahan dan perbedaan itu ada tujuh :
  1. Pada Isim (kata benda).
  2. Ketika Mufrad, Mutsanna dan Jama’.
  3. Pada Tashrif Af’al (kata kerja).
  4. Ketika Fi’il Madhi, Mudhore’ dan Amar.
  5. Pada ketika I’rab (perubahan baris akhir karena ada ‘awamil yang muncul).
  6. Pada ketika ada tambahan huruf atau pengurangan huruf pada lafaz.
  7. Pada ketika ada yang didahulukan dan diakhirkan pada satu ayat al-Quran.
  8. Pada ketika Ibdal (perubahan kata dari Tablu menjadi Tatlu).
  9. Pada lahjah seperti Fathah, Imalah, Izhar, Idghom dan lainnya.
 
  1. Menyebutkan hikmah turunnya al-Quran atas tujuh huruf.
Bahasa yang digunakan oleh Masyarakat Arab pada ketika al-Quran diturunkan ialah Bahasa al-Quran, akan tetapi dialek yang mereka punya berbeda-beda. Diantara mereka ada yang sudah tua umurnya, laki-laki dan perempuan, orang merdeka maupun budak, mereka semua merasakan sulit untuk merubah dialeknya dan sudah tidak ada waktu lagi untuk belajar. Akhirnya Allah membolehkan mereka membaca sesuai dialek mereka  yang tentunya selama tidak merubah makna utama al-Quran. Ini adalah rahmat Allah kepada ummat Islam. Tidak membebankan melebihi kemampuannya.  
  1. Hubungan bacaan Imam yang tujuh dengan makna tujuh huruf.
Sebagian orang mengira bacaan imam yang tujuh adalah makna yang dimaksud dari tujuh huruf seperti  bacaan imam Nafi’ satu huruf, bacaan imam ibnu Katsir satu huruf dan begitu seterusnya. Pendapat ini jauh dari kebenaran. Bacaan-bacaan dari imam yang tujuh merupakan bagian dari makna tujuh huruf. Pembahasan (dalam kitab al-Wafi Syarh Matan Syatibi) berikutnya adalah : Syarah muqaddimah matan Syatibi, terdiri dari 94 matan. Mulai matan 1 hingga 20 berisi pembahasan puji-pujian kepada Allah, Shalawat kepada nabi dan keutamaan al-Quran serta mengamalkannya. Mulai matan 21 hingga 41 berisi pembahasan biografi 7 imam : mulai dari imam Nafi’. Ibnu Katsir. Abu Amr. Ibnu ‘Amir. ‘Ashim. Hamzah dan Kisai. Mulai matan 42 hingga 94 berisi tentang rumus-rumus dalam memuthala’ah kitab Matan Syatibi ini, banyak sekali istilah-istilah yang harus dipahami oleh para pengkaji kitab ini. Istilah-istilah itupun digunakan untuk meringkas pembahasan Qiraat Sab’ah ini. Pembahasan berikutnya tentang Isti’adjah, Basmalah, dan surat al-Fatihah. Terdiri dari 20 bait. Pembahasan berikutnya - menurut penulis – adalah pembahasan yang sangat penting diketahui oleh para pengkaji ilmu Qiraat Sab’ah.
  1. Pembahasan Idgham al-Kabir.
  2. Pembahasan Idgham dua huruf yang berdekatan Makharij huruf dan sifat huruf atau sebaliknya dalam satu kalimat atau dua kalimat terpisah.
  3. Pembahasan Ha kinayah.
  4. Pembahasan Mad dan Qashor.
  5. Pembahasan dua Hamzah dalam satu kalimat.
  6. Pembahasan Hamzah Mufrad.
  7. Pembahasan memindahkan harkat Hamzah kepada huruf sebelumnya yang sukun.
  8. Pembahasan Waqaf imam Hamzah dan Hisyam pada huruf hamzah.
  9. Pembahasan Izhar dan Idgham.
  10. Pembahasan huruf dzal pada lafaj
  11. Pembahasan huruf dal pada lafaz Qad.
  12. Pembahasan huruf Ta ta’nits.
  13. Pembahasan huruf lam pada lafaz Hal dan Bal.
  14. Pembahasan kesepakatan beberapa imam dalam hal Idgham pada lafaz Idz, Qad, ta ta’nits, Hal dan bal.
  15. Pembahasan huruf yang saling berdekatan Makhrajnya.
  16. Pembahasan hukum huruf Nun mati dan Tanwin.
  17. Pembahasan Fathah dan Imalah antara dua lafaz.
  18. Pembahasan Madjhab imam al-Kisai dalam meng-imalah-kan Ha Ta’nits dan huruf sebelumnya ketika Waqaf.
  19. Pembahasan perbedaan beberapa madzhab dalam membaca huruf Ra dalam kalimat-kalimat al-Quran.
  20. Pembahasan malafazkan huruf lam.
  21. Pembahasan Waqof pada akhir kalimat al-Quran.
  22. Pembahasan Waqof pada bentuk tulisan mushaf Usmani.
  23. Pembahasan perbedaan beberapa madzhab dalam huruf Ya al-Idhafat.
  24. Pembahasan perbedaan pada huruf Ya al-Zawaid.
  25. Masalah Farsy-Farsy al-Quran, mulai surat al-Baqarah hingga al-Nas.
  26. Masalah Takbir. Makharij al-Huruf dan sifat-sifat huruf dan terakhir penutup.
Pembahasan dari no. 1 sampai no. 24  ini sering disebut dengan Ushul al-Qiraat al-Sab’ah. Dan pada pembahasan no. 25 sering disebut dengan Farsy Qiraat Sab’ah. Kesimpulan :
  • Kitab ini tidak memberi pembahasan perbedaan antara al-Quran dan Qiraat.
  • Al-Quran adalah kalam Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad melalui malaikat Jibril, tertulis dalam Mushaf, sampai kepada kita dengan cara Mutawatir, membacanya saja walau tidak paham dianggap Ibadah, dimulai dari surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat al-Nas.
  • Al-Qiraat adalah ilmu tata cara melafazkan kalimat-kalimat al-Quran dan perbedaan cara melafazkannya yang dihubungkan dengan para imam Qiraat.
  • Sebenarnya ketika kita belajar ilmu Tajwid dan Makharij bacaan riwayat imam Hafs dari Qiraat imam ‘Ashim, kita sudah dan sedang belajar salah satu Qiraat Sab’ah. Oleh karena itu kalau kita belum betul-betul menguasai Makharij dan Tajwid riwayat imam Hafs dari Qiraat imam ‘Asyim haram hukumnya kita belajar ilmu Qiraat sab’ah pada tataran praktek, kalau sekedar ingin tau tentang ilmu Qiraat, sejarah perkembangannya dan para imamnya boleh-boleh saja.
  • Kitab al-Wafi ini hanya membahas Qiraat tujuh imam.
  • Bagi yang pernah talaqqi riwayat demi riwayat, kemudian dia memuthalaah kitab al-Wafi ini bagaikan orang yang mendapatkan dua cahaya. Cahaya teori dan cahaya praktek.
  • Bagi yang belum pernah talaqqi, walaupun dia seorang yang mahir dalam membaca dan memahami kitab kuning dia tidak akan bisa memahami isi kitab al-Wafi.
  • Yang terbaik buat para pelajar ilmu Qiraat Sab’ah :
  • Sudah pandai membaca dan memahami kitab gundul / kuning.
  • Sudah pandai tajwid dan makharij riwayat imam Hafs Qiraat imam ‘Ashim.
  • Ketika sedang talaqqi. hendaknya diberengi dengan belajar kitab al-Wafi atau
  • Boleh sudah hafal al-Quran atau belum hafal. Tetapi setelah belajar ilmu qiraat dia wajib berangkat ke pesantren tahfiz untuk menghafal al-Quran.
  • Kritik dan saran untuk perbaikan tulisan ini sangat diharapkan oleh penulis, baik dari segi isi maupun tata cara penulisan.
 

والله أعلم بالصواب

           [1] Makalah ini disampaikan dalam Training Kader  Himpunan Qari-Qariah Mahasiswa (HIQMA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Minggu 13 Desember 2009. [2] Penulis adalah dosen tetap FITK UIN SYAHID Jakarta. [3] untuk melihat semua pendapat ulama tentang perbedaan makna tujuh huruf ini silakan baca kitab-kitab yang sudah saya sebutkan di awal, secara umum dari beberapa pendapat terbagi kepada dua kubu.
  1. kitab Manahil al-Irfan, karya Syekh Abd Adzim al-Zarqani, kitab Mabahits fi Ulum al-Quran, karya Dr. Shubhi al-Sholeh. Kitab al-Qiraat Ahkamuha wa Masdaruha, karya Dr Sya’ban Muhammad Ismail dan kitab al-Wafi fi Syarh matan al-Syatibi karya Syekh Abd Fattah al-Qadhi bersikaf kepada makna : 7 aspek perubahan yang terjadi pada 7 aspek itu perbedaan bacaan. Embrio pendapat ini sebetulnya dari Imam Fakhruddin al-Razi.
  2. kitab Mabahits fi ulum al-Quran, karya Manna’ Khalil al-Qattan. Kitab Madkhal li Dirasah al-quran al-karim, karya Dr. Muhammad Abu Syahbah dan sejumlah diktak saya di al-Azhar bersikaf kepada makna : 7 lahjah / macam bahasa dari bahasa-bahasa Arab mengenai satu makna.