Meneladani Para Nabi Allah, Tabah Menghadapi Musibah
Terdeteksinya corona virus deseases 2019 (covid-19) di Indonesia pada awal Maret 2020 telah merubah tatanan kehidupan di berbagai sektor. Kondisi ini berimbas pada diberlakukannya Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di berbagai lembaga pendidikan, termasuk di Ma’had Al-Jami’ah UIN Syarif Hidayatullah. Hal ini betujuan demi menghindari penyebaran covid-19 jika mahasantri masih bertempat tinggal di ma’had.
Tidak ada yang memprediksikan akan munculnya covid-19. Bahkan, virus ini juga belum diketahui kapan akan berakhir. Semua ini tak lain adalah irodat (kehendak) dan qudrot (kuasa) Sang Pencipta sebagai ujian bagi hamba-Nya yang harus dihadapi dengan tabah.
Musibah yang menimpa penduduk bumi sekarang tidak seharusnya membuat kita patah semangat dan patah harapan. Sebaliknya, kita harus memiliki harapan kuat dan berhusnudzon kepada Allah swt atas semua ujian yang Allah swt hadirkan.
Allah swt memberikan ujian kepada semua hamba-Nya, tak terkecuali. Dahulu, para nabi Allah swt ditimpa musibah yang sangat berat. Kita sudah sering mendengar cerita ketabahan Nabi Ayub as, Nabi Ibrahim as, Nabi Zakariya as, dan Nabi Muhammad saw ketika ditimpa musibah. Kisah-kisah ini juga mengajarkan kita bagaimana menyikapi suatu musibah.
Nabi Ayub as yang mulanya hidup dalam kemewahan, kemudian Allah swt mengujinya dengan kefakiran. Beliau memiliki banyak keturunan, kemudian Allah swt mencabut nyawa mereka satu per satu. Beliau yang memiliki fisik yang sehat, kemudian Allah swt uji dengan didatangkan penyakit kulit yang menggerogoti tubuh sampai 18 tahun lamanya.
Namun, Nabi Ayub as tidak pernah mengeluh atas apa yang ditimpakan Allah swt padanya. Beliau hanya melapor dan berdo’a dengan sangat sopan santun. Do’a ini termaktub dalam surat Al-Anbiya ayat 83.
رَبِّ إِنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ
Artinya: “(Ya Tuhanku), sungguh Aku telah ditimpa penyakit, dan Engkau Tuhan Yang Maha Penyayang dari semua yang penyayang”.
Ujian juga menimpa Nabi Ibrahim as. Dakwah beliau terhadap kaumnya untuk menyembah Allah swt tidak diterima. Bahkan, hal ini menimbulkan amarah Raja Namrud karena Nabi Ibrahim as telah membakar berhala. Bala tentarapun dikerahkan untuk menangkap Nabi Ibrahim as dan membakarnya hidup-hidup. Namun, apa yang Nabi Ibrahim as lakukan ketika dibakar dalam kobaran api? Tak sedikitpun Nabi Ibrahim as mengeluh terhadap Allah swt. Kemudian, Allah swt mendatangkan mu’jizatnya dengan menjadikan api itu terasa dingin bagi Nabi Ibrahim as.
Tak jauh berbeda dengan kisah dua nabi di atas, Rasulullah saw juga mengalami ujian ketika berdakwah di derah Ta’if. Selama berdakwah, tak ada satupun penduduk yang mengikuti Rasulullah untuk memeluk agama Islam. Parahnya, ketika Rasulullah pulang dari Ta’if, beliau dilempari batu oleh penduduk setempat hingga terluka.
Dalam keadaan seperti ini Rasulullah saw bermunajat kepada Allah swt agar dikuatkan dalam menghadapi ujian yang begitu berat. Allah swt menjawab do’a nabi. Malaikat Jibril dan penjaga gunung mendatanginya dengan menawarkan agar ditimpakan gunung kepada penduduk Ta’if. Namun, apa yang dilakukan Rasulullah saw? Rasulullah saw menolak tawaran tersebut. Bahkan, beliau memintakan rahmat dan mengharapkan diciptakannya generasi bertakwa yang lahir dari tulang rusuk masyarakat Ta’if.
Beginilah manusia pilihan Allah swt ketika diujikan kepada mereka sebuah musibah. Mereka tabah dan tampil dengan jiwaksatria. Tak mengeluh sedikitpun karena diberi kekuatan ihtimal al-adza’ (menanggung beban penderitaan ).
Mengacu terhadap cerita nabi di atas, sebagai santri kita harus memiliki sikap ihtimal al-adza, artinya kita harus kuat menaggung segala beban kesusahan dan penderitaan yang dihadapi sekarang. Di antaranya seperti tidak bisa menempati ma’had, gangguan ketika melaksanakan PJJ, dan musibah lainnya yang berkaitan dengan keuangan. Dzat Yang Maha Pemberi Rezeki insyaAllah akan mengganti dengan yang lebih baik.