MAHASANTRI : SEMANGAT PRESTASI, MENOREH PRESTASI
Oleh: Fatahillah (Mahasantri Mabna Syekh Nawawi)
Masa muda adalah masa yang paling tepat untuk mengukir prestasi sebanyak-banyaknya. Hal itu dikarenakan masa muda adalah masa ketika kecerdasan intelektual dan emosional sedang bergejolak. Masa ini adalah masa-masa paling semangat dalam hidup seseorang, karena itulah sejarah membuktikan bahwa pemuda adalah pengukir prestasi.
Dalam sejarahnya, mungkin tak akan habis apabila kita membaca tentang korelasi antara pemuda dengan prestasi. Sebut saja Muhammad al-Fatih misalnya, adalah salah satu pemuda dalam sejarah islam dengan segudang prestasi pada masa mudanya. Di usia 21 tahun Al-Fatih sudah menjadi jenderal yang mahir berbicara dalam tujuh bahasa. Ia juga dikenal sebagai jendral yang tidak mudah putus asa, sehingga di usianya yang masih sangat muda ia mampu menaklukan kota Konstantinopel. Itu hanya sekilas pandang pemuda dalam perspektif sejarah.
Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah bisakah kita menjadi pengukir prestasi di masa muda kita? Bagaimana cara agar kita menjadi berprestasi? Kemudian, apa tujuan kita dalam berprestasi? Sebelum kita menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut maka kita harus tahu terlebih dahulu definisi dari prestasi itu sendiri.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) prestasi adalah hasil yang telah dicapai dari apa yang diusahakan dengan sungguh-sungguh agar mendapat hasil yang maksimal. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa apabila mahasantri atau mahasiswa ingin berprestasi maka harus berusaha dengan cara belajar yang bersungguh-sungguh. Begitu pula dalam hal apapun, apabila kita ingin mendapatkan hasil yang maksimal, maka haruslah bersungguh-sungguh dalam berusaha.
Lebih dari itu, sebagai mahasantri, kita diajarkan bukan hanya menjadi insan yang cerdas, namun juga harus memiliki akhlaq karimah, karena keberhasilan dan prestasi yang diraih oleh mahasantri baik dalam konteks pendidikan maupun dalam kehidupan sehari-hari tidak hanya dipengaruhi oleh faktor kecerdasan intelektual saja, tetapi faktor kecerdasan emosioanal pun ikut menentukan. Kecerdasan emosioanal dapat diartikan kepiawaian, kepandaian dan ketepatan seseorang dalam mengelola diri sendiri dalam berhubungan dengan orang lain. Kecerdasan emosional (Emotional Quatient) dalam Alquran dikenal dengan konsep akhlak karimah.
Kecerdasan intelektual (IQ) biasa dipandang sebagai indikator utama kesuksesan seseorang, tetapi belakangan ini, IQ ternyata tidak satu-satunya alat dalam menentukan kesuksesan hidup seseorang, orang-orang yang IQ nya biasa-biasa saja sering mampu mencapai kesukses yang luar biasa, disebabkan EQ nya tinggi. Bila seseorang EQ nya rendah, maka dia kurang bisa mencapai kesuksesan pribadi. Namun bagi mereka yang memiliki IQ dan EQ yang tinggi, itu merupakan aset yang sangat berharga baginya.
Banyak manfaat yang dapat kita peroleh dari berprestasi, diantaranya: mempunyai mental yang kuat dalam meraih prestasi yang lainnya. Dengan selalu mengasah kemampuan yang ada dalam diri kita, disadari atau tidak kita sedang menguji mental kita, yaitu dengan belajar dari kegagalan-kegagalan dalam latihan dan tidak mudah putus asa. Dengan begitu pula kepercayaan diri kita akan senantiasa terlatih dan memiliki semangat yang tinggi.
Begitulah ketika siapapun ingin berprestasi, karena prestasi tidaklah lahir dengan sendirinya, melainkan mengharuskan usaha yang sungguh-sungguh untuk mencapai hasil terbaik. Orang yang berprestasi akan selalu menjadikan pengalaman sebagai guru terbaiknya. Pengalaman akan menjadi cerminan bagi kita agar mampu meraih prestasi yang lebih lagi.
Pada akhirnya setiap prestasi meniscayakan sebuah usaha yang maksimal. Usaha inilah yang menentukan sebesar apa prestasi kita, karena setiap aksi akan selalu berbanding lurus dengan reaksi. Dan kita pun pada akhirnya harus menyadari hidup ini adalah pilihan, dan disetiap pilihan memiliki konsekuensi. Oleh karena itu pilihlah pilihan yang benar, karena hidup hanya sekali. Semangat berprestasi !!!!
Editor: Redaktur “BUSA” Buletin Mahasantri Mabna Syaikh Nawawi