Ma’had Sebagai Media Pencetak Mahasantri Unggul dan Berkarakter
Ma’had Sebagai Media Pencetak Mahasantri Unggul dan Berkarakter
Oleh: M. Farid Perdana (FITK-11150120000001) Mudabbir Mabna Syekh Abdul Karim Adalah sebuah fenomena, khususnya di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta setiap memasuki tahun ajaran baru, kampus ini menawarkan Ma’had sebagai tempat tinggal pertama bagi mahasiswa/i baru. Kehadiran Ma’had dapat menjadi solusi bagi mahasiwa baru untuk belajar beradaptasi dengan lingkungan baru mereka, khusus bagi mereka yang datang dari daerah. Tidak hanya di lingkungan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beberapa Perguruan Tinggi di Indonesia juga menawarkan Ma’had, atau (dikenal juga dengan asrama) bagi mahasiswa baru mereka, bahkan ada Perguruan Tinggi yang menetapkan Ma’had sebagai acuan dalam penerimaan mahasiswa baru mereka. Contohnya UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Kampus ini mewajibkan seluruh mahasiswa barunya untuk takhassus selama satu tahun di Ma’had, guna membekali mereka dengan spirit intelektual dan spiritual yang memadai sebelum mereka terjun ke dalam dunia kampus. Karena dipandang pentingnya posisi Ma’had sebagai sarana membekali mahasiswa dengan keilmuan dan pendidikan karakter yang baik, maka UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sebagai Kampus Islami terbaik di Indonesia menetapkan Ma’had sebagai pintu gerbang yang harus dilalui oleh setiap mahasiswa sebelum terjun ke dalam dunia kampus. Adalah Ma’had Al-Jamiah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sebuah UPT (Unit Pelaksana Teknis) di lingkungan UIN Jakarta yang memberikan perhatian besar terhadap kualitas keilmuan para mahasiswa barunya. Ma’had Al-Jamiah adalah sebutan dari gabungan beberapa mabna yang ada, yakni Mabna Syaikh Nawawi, Mabna Syaikh Abdul Karim, Mabna Syaikh Asnawi, Mabna Syarifah Mudaim, dan Mabna Syarifah Khadijah. Pada masing-masing mabna diasuh oleh seorang pengasuh dan dibantu oleh beberapa orang mudabbir/mudabbiroh. Pada masing-masing mabna diadakan kajian keislaman, bahasa arab dan inggris, tadarrus dan tahfidz alquran. Bukan hanya itu saja, mahasiswa diberikan fasilitas yang memadai demi menunjang kegiatan belajar mereka seperti kamar tidur yang besar dan lengkap, kamar mandi, ruang belajar, aula, musholla dan yang paling penting adalah akses WIFI yang cepat serta fasilitas-fasilitas penunjang lainnya. Di lingkungan Ma’had, ada sebuah ungkapan yaitu “mahasiswa sebagai mahasantri“ Biasanya, istilah santri adalah sebutan bagi mereka yang belajar di pondok pesantren. Menurut Prof. Dr. KH Ali Musthofa Ya’qub MA, santri itu adalah pelajar yang memiliki karakter hai’ah, harokah, dan an-nasyath. Santri tidak boleh berdiam diri dan berpangku tangan. Mereka harus bergerak, dinamis dan responsif dalam menghadapi tantangan zaman. Santri adalah pelajar yang patuh terhadap ulama. Santri seharusnya mempunyai semangat tak kenal lelah dan selalu berkalung dalam fit taqoddumi al-ijtima’i wa ghoirih. Spirit santri itu secara instrinsik adalah berorientasi kepada kemasyarakatan dan lain-lainnya. Oleh karenanya mahasiswa sebagai mahasantri haruslah berorientasi pada pengembangan kualitas keilmuan, memiliki akhlak yang baik, mudah bergaul dan bersosialisasi dengan masyarakat serta mampu mengabdikan diri demi kemajuan agama, bangsa dan negara. Mahasantri adalah sebuah panutan bagi mahasiswa lainnya karena mereka memiliki nilai lebih, baik dari segi pengetahuan, sikap, kepribadian dan lain-lainya. Mahasantri adalah mahasiswa yang memiliki nilai spiritual yang kuat, mumpuni dalam membaca kitab-kitab yang mu’tamadah, terampil berbahasa arab dan inggris, seorang hafidz dan qori’, serta memiliki akhlak dan kepribadian yang baik, Dengan kehadiran Ma’had, dapat dijadikan sebuah media dalam mewujudkan mahasiswa sebagai mahasantri. Di Ma’had, mereka mereka belajar kajian keislaman yang dibina oleh ustadz-ustadzah yang sudah mumpuni di bidangnya. Selain itu mahasantri juga dibekali dengan kemampuan membaca kitab, terampil berbahasa arab dan inggris serta fasih membaca alquran serta mereka selalu dinasehati agar bersikap baik kepada siapa pun. Perkembangan zaman yang sangat pesat pada saat sekarang ini, telah merubah tatanan hidup dan perilaku masyarakat Indonesia. Arus westernisasi seakan-akan telah menjadi budaya hidup rakyat Indonesia, khususnya para penduduk muslim Indonesia. Munculnya paham-paham radikal, sekuler, dan lain sebagainya mengancam keutuhan NKRI umumnya dan Islam khususnya. Untuk mengatasi masalah tersebut, perlu adanya tindakan yang konkrit agar kita tidak mudah dipecah belah. Jawabannya adalah mahasantri. Peranan mahasantri sangatlah penting dewasa ini. Mereka harus bisa menjadi penawar bagi kesulitan yang sedang menimpa kita sekarang ini. Dengan berpedoman kepada ulama-ulama terdahulu, mahasantri diharapkan mampu mengatasi masalah-masalah yang muncul di tengah masyarakat. Dengan kualitas keilmuan mereka yang mumpuni, kita percaya bahwa mahasantri akan menjadi penyejuk dan pencerah di tengah masyarakat. Tentu saja hal itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Hal ini membutuhkan sinergi antara mahasiswa, tenaga pendidik dan pemerintah, serta masyarakat agar terwujudnya mahasiswa sebagai mahasantri. Ma’had Al-Jamiah berupaya menjawab permasalahan tersebut. Ma’had Al-Jamiah berkomitmen membentuk mahasiswa sebagai mahasantri yang unggul dan berkarakter. Dengan kehadiran Ma’had Al-Jamiah, mudah-mudahan akan muncul mahasiswa yang cerdas spiritual, intelektual, sosial, serta berakhlak mulia serta mampu mengatasi permasalahan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. (MFP)