CERPEN : STRESSKU JADI SYUKURKU
Oleh : Fathurrahman Nasution (Mahasantri Mabna Syekh Abdul Karim)
Aku berjalan santai dengan tas yang penuh dengan buku di punggungku, tak lupa laptop di tangan kananku layaknya pekerja kantoran, Cielah. Aku pun terus berjalan dan akhirnya sampai ke kelasku tercinta. Aku mulai duduk dan mulai teringat dengan diriku yang biasa ini, aku sadar aku terlalu sering sekali mengeluh kepada Allah tentang hidupku sekarang. Belum ada hal yang bisa kulakukan untuk membahagiakan orangtua ku terutama Ibu. Ya Tuhan aku mulai gila memikirkan itu semua, yah dan ujung-ujungnya air mata yang akan membasahi pipiku.
Pelajaran hari ini selesai kulalui begitu saja, semua temanku telah pulang, aku pun duduk terdiam memandangi mereka lalu berjalan mengikuti jalan yang ada. Sampai di rumah, aku langsung mandi, selesai mandi aku mampir ke dapur. Astaghfirullah!!! aku kaget sekali, serpihan kaca bertaburan di atas lantai dapur kami dan sepertinya itu adalah pecahan piring dan wadah lauk yang biasa dipakai. Tanpa berfikir panjang aku pun langsung membersihkan kaca tersebut, tidak tahu kenapa air mata tiba-tiba membanjiri pipiku dan aku terus menerka-nerka dihatiku apa yang telah terjadi di rumah ini. Aku baru sadar, semenjak aku pulang tadi aku belum melihat ayahku dan dari tadi ibuku diam dan hanya tersenyum kepadaku tidak seperti biasanya, ibu selalu menanyakan banyak hal kepadaku atau terkadang ibu curhat kepadaku tentang kesedihannya. Aku sadar apa yang telah terjadi diantara Orangtuaku. Aku masuk ke kamar dan mengganti baju. Aku ingin menanyakan kepada ibu tapi aku bukanlah anak yang terbuka kepada orangtua bahkan saudaraku sering mengatakan aku ini anak yang pendiam dan tidak peduli dengan keadaan yang disekitarku, padahal mereka hanya belum mengenalku, tapi aku sadar bagaimana mereka bisa mengenalku, aku saja belum bisa mengenali diriku sendiri.
Aku mulai sadar, bahwa aku belum seutuhnya dewasa bahkan mendekati dewasa saja mungkin tidak. Maghribnya aku melihat Alqur’an diatas lemari yang dipenuhi dengan debu, tanganku pun menghampiri Alqur’an itu dan bola mataku memandangi Alqur’an yang lainnya tidak pernah dipegang. Tiba tiba air mata itu membasahi pipiku lagi, aku tersadar sungguh aku sudah terlalu jauh dari penciptaku, sangat jauh dan jauh sekali. malam ini aku hanya diam dan berbaring dikasurku sampai mataku tertutup.
Paginya aku berangkat ke sekolah, ternyata banyak sekali tugas yang menghampiriku hari ini, bukan hanya itu, masalah pun datang bertamu. Uang jajanku hilang, teman-temanku menjauh gara-gara aku, dan yang paling menyakitkan, orang yang aku sukai ternyata telah bersama dengan orang lain. Bukan hanya itu, aku mulai tidak percaya diri sekarang. Aku mulai bertemu dengan orang lain dan aku sangat membenci melihat orang yang bahagia. Aku tahu aku sudah sering merasakan yang namanya dihina bahkan sudah menjadi pewarna dalam hidupku. Rasaanya mengerikan, bukan menyedihkan lagi. aku mulai bertanya-tanya dalam hati,untuk apa Allah menciptakan bumi yang penuh dengan ketidakadilan, untuk apa aku hidup, kenapa aku tidak memiliki keluarga seperti layaknya film anak-anak, dan akhirnya terbesit dihatiku apakah Tuhan itu ada? Apakah Tuhan itu nyata??? Aku mulai stress memikirkan itu semua, rasanya kepalaku pening sekali dan air mata dalam tubuhku ini tidak hentinya-hentinya keluar mengalir seperti darah yang selalu mengalir ditubuhku.
AKU BENCI DIRIKU, AKU BENCI KEHIDUPAN, AKU BENCI SEMUANYA,RASANYA AKU INGIN PERGI JAUH MELAYANG SEPERTI DAUN YANG DIHEMPASKAN ANGIN HINGGA IA LEPAS DARI RANTING POHON
Seperti biasa, aku berangkat ke sekolah sendiri dan duduk di kelas seperti biasa. Hari ini kelas sangat ribut, aku sangat tidak menyukai keributan. Kuambil music box hitam di tasku dan jemariku pun mulai menekan satu tombol yang ada di box music hitam yang kupegangi. Hati mulai terasa tenang mendengarkan musik, mungkin musik yang terdengar itu telah berhasil menaklukan urat sarafku yang tegang, Aku mulai merasa kesepian di bumi yang katanya luas ini, di bumi yang ditempati oleh manusia-manusia yang mementingkan hawa nafsunya saja tanpa memikirkan akibatnya, Tapi aku merasa aku telah menjadi Monster yang dipenuhi dosa, sudah beberapa hari aku tidak melaksanakan kewajibanku yaitu Sholat. Dan senyuman sudah jarang terlukis di wajahku ini.
Jam istirahat pun akhirnya tiba, seperti biasa anak-anak akan berjalan menuju kantin untuk menghabiskan uang hasil jerih payah orangtua mereka. Dan... Tiba-tiba ada tangan yang menghampiri tanganku, tangan itu begitu lembut dan penuh kehangatan. Rasanya sungguh nyaman, spontan aku menoleh ke depan ternyata tangan itu adalah tangan temanku Amel, dia tersenyum kepadaku seperti pelangi yang timbul setelah hujan usai. Padahal aku tidak pernah berbicara dengan Amel dari pertama aku sekolah. Tanpa kusadari suaraku keluar dan keberanianku datang. Aku menanyakan kepada Amel apakah ia percaya dengan kebahagian? Dan bagaimana sih rasanya? Dalam hatiku aku malu, aku seperti orang gila saja. Amel pun menjawab “bahwa semua manusia itu sudah diberi kebahagian hanya saja mereka harus berusaha dulu” Aku pun termenung diam... amel pun berbicara lagi seperti televisi didepanku ”agama yang dipeluk secara asal-asalan itu berbeda dengan agama yang dipeluk secara mendalam. Agama itu tidak bisa dipelajari dengan ilmu pengetahuan, tapi agama itu dipelajari dengan hati nurani, setelah itu baru kamu pasti akan mendapatkan ilmu pengetahuan. Allah itu sayang kepada ummatnya dan Allah itu maha pengasih dan maha pengampun. Allah itu memberikan kita masalah dan cobaan karena Allah sayang kepada kita dan Allah masih mengingat kita dari sekian banyaknya ummat manusia di bumi ini.” Aku terdiam mendengarkan amel, hatiku seperti tersayat pisau yang baru saja diasah. “Mir, buanglah berbagai beban yang memberatkan perasaan supaya langkah kita itu ringan, kamu seperti orang stress aja mir! Asal kau tau ya mir stress itu dapat membuat kita berfikir, bertindak, bersikap yang tidak sesuai dengan akal sehat dan menderita stress yang berkepanjangan dapat membuat orang yang semula cerdas tidak menjadi seperti itu lagi. Kamu harus bangkit deh, coba lihat di sekitar kamu! Banyak orang yang lebih menderita daripada kamu, yang tidak bisa makan dan minum, yang tidak pernah jajan ke kantin yang tidak pernah tidur di kasur, yang berusaha keras untuk mendapatkan sesuap nasi mir dan yang tidak sekolah semenjak ia lahir kedunia dikarenakan biaya mir. Ayolah kamu harus bangkit dan kamu harus mulai belajar untuk bersyukur sebelum kamu menyesal mir! aku malu sekali mendengar semua perkataan yang keluar dari mulut amel, rasanya aku ingin berteriak sekencang-kencangnya, kali ini aku tidak menangis lagi, aku tidak peduli lagi dengan orang-orang yang melihat kami. Amel pun tersenyum. Aku baru sadar aku belum pernah bersyukur dengan ikhlas kepada Allah, aku hanya mengeluh dan mengeluh tanpa kesadaran dari otak dan bathinku.
Sesampai di rumah aku langsung berlari ke kamar mandi dan membasahi sebagian tubuhku dengan air wudhu sambil mengeluarkan air mata, dan aku langsung sholat Dzuhur. Dalam sholat aku sungguh tersadar aku memang sudah sangat jauh dari Allah, begitu banyak dosa yang telah menyelimuti tubuhku dan jarang sekali hati dan jiwaku ini mengucapkan rasa syukur kepadanya. Setelah solat aku keluar dari rumah dan entah kenapa tiba-tiba aku melihat pandangan yang sangat memilukan, seorang anak yang memberikan roti di pembuangan disamping rumahku untuk dimakan anak kecil yang digendongnya, mungkin itu adalah adiknya dan aku menoleh kesebelah kiri setelah mendengar suara ribut. Ternyata suara itu berasal dari rumah tetanggaku yang berkecukupan, mereka sedang bertengkar dan saling melempari barang-barang di rumah sedangkan anaknya yang seumuran denganku menangis di depan rumah yang megah itu. Air mataku keluar, mungkin ini adalah teguran dari Allah. Aku yang masih berkecukupan ini tidak pernah bersyukur kepadanya, ya Allah sungguh cepat engkau berikan petunjukmu, aku memang sungguh bodoh, aku mencari-cari keberadaan Tuhan dan terus menyalahkan diriku. Aku baru sadar bahwa Allah itu memberikan apa yang kita butuhkan bukan apa yang kita inginkan dan hawa nafsu adalah perusak segalanya layaknya virus di komputer yang bisa kita basmi jika kita mau dan berusaha mengontrol diri. Aku bahagia bisa mengenalmu ya Allah dan aku berjanji akan lebih mengenal agamaku dan juga diriku sendiri. Setiap harinya aku merasakan kemajuan dalam diriku. Aku merasa sungguh mulai berjalan menemui Allah dan aku tidak bersabar ingin bertemu dengan-Mu tappi aku selalu ingat apa yang dikatakan temanku Rahman “ ketika kita berjalan menemui Allah maka Allah akan berlari menemui kita” sungguh indah agamamu ya Allah...