Azra Al Amanah
Seri Cerita Pendek - Oleh : Aziza Nurul Amanah - 11151020000095 - FKIK/Farmasi
Rintik kecil air hujan membasahi gersangnya tanah ini. Semilir angin berhembus menggerakkan pepohonan yang rindang. Hujan pertama di bulan Ramadhan, gumam Raina, sudah lama kota ini tidak dibasahi hujan, bisiknya dalam hati. Hujan hari ini tidak berlangsung lama, tak lama kemudian matahari kembali menyinari kota ini, dari ufuk timur terlihat pelangi yang menghiasi bentangan langit biru. Raina bersorak gembira, sudah lama ia tidak melihat pelangi, seketika ia mengambil kamera, mengabadikan pelangi pertama yang ia lihat di kota perantauan. Pelangi ini mengingatkan tentang ceritanya di beberapa tahun silam, Raina tersenyum ketika ia kembali mengingat masa itu, masa dimana ia mulai memutuskan untuk pergi menuju tanah perantauan.
Untuk pertama kalinya Raina memantapkan keinginannya untuk memilih sekolah yang jauh dari keluarga dan kampung halamannya. Saat itu Raina baru menginjak usia 13 tahun, bocah yang baru saja lulus Madrasah Ibtidaiyah. Awalnya ayah Raina sendiri belum meyakini bahwa putrinya ingin melanjutkan sekolah di luar kampung halaman, tetapi Raina berusaha meyakini ayahnya, ibunya pun ikut mendukung akan keinginan Raina. Kurang lebih selama seminggu Raina mencari sekolah yang ia inginkan. Ia tidak melirik sekolah umum, melainkan ia tetap memilih Madrasah sebagai tujuan utamanya. Setelah berfikir dan memantapkan diri, Raina memilih Pesantren sebagai sekolah lanjutannya. Mendengar keinginan putrinya, ayah dan ibu Raina setuju saja akan pilihan Raina, namun mereka masih sempat khawatir akan keadaan Raina ketika berada disana.
Sudah dua bulan Raina menjadi santriwati, dalam dua bulan ini Raina berhasil meraih berbagai prestasi, ia juga menjalankan aktivitasnya dengan suka cita. Raina tampak sangat bahagia akan keadaannya saat ini, ia bisa menyalurkan dan mengembangkan hobi-hobinya. Selama ini Raina tidak dapat menyalurkan hobi-nya karena berbagai kendala, tetapi saat ini Raina memiliki kesempatan untuk mewujudkan cita-citanya melalui hobi-hobinya. Selama ini pula Raina tak pernah meneteskan air mata ataupun mengeluh seperti santri lainnya, ia cukup menikmati keadaan yang seadanya. Raina juga ingin membuktikan kepada orang tuanya bahwa ia mampu untuk hidup jauh terpisah dari mereka.
Memasuki bulan Ramadhan, suasana pondok semakin ramai, berbagai jenis kegiatan yang akan dilakukan. Bagi Raina ini adalah pengalaman barunya, selama ini ia menghabiskan bulan Ramadhan bersama keluarga, namun tidak saat ini, Raina menikmati Ramadhannya bersama teman-teman seperjuangan di pondok pesantren. Di relung hatinya, Raina sangat merindukan suasana berkumpul bersama keluarga, ia sangat menginginkan untuk pulang. Tetapi pondok Raina baru akan libur ketika menjelang 10 hari lebaran.
Di tahun pertama ini, Raina berkesempatan untuk mengikuti berbagai perlombaan pada acara gebyar Ramadhan, mulai dari cabang lomba Musabaqoh Tilawatil Qur’an, Musabaqoh Hifzil Qur’an, Kaligrafi, Fahmil Qur’an
[1], Syarhil Qur’an
[2], Mading Ramadhan, Nasyid, Qosidah, serta busana muslim. Kali ini Raina berminat untuk mengikuti perlombaan Tilawatil Qur’an. Raina langsung mendaftarkan diri untuk mengikuti perlombaan tersebut. Sembari menunggu hari perlombaan, setiap hari Raina berlatih tanpa lelah untuk mempersiapkan dirinya, ia ingin memberikan hasil yang terbaik.
Hari yang dinantikan telah tiba, Setelah ba’da sholat tarawih semua santri berkumpul di lapangan untuk menyaksikan lomba tilawatil qur’an. Raina mempersiapkan diri dengan sebaik mungkin, malam ini ia tampak sangat anggun, dengan gamis berbahan katun pink dengan motif bunga-bunga serta jilbab pink yang ia kenakan, wajahnya telah memancarkan cahaya, membuat yang melihat terpesona. untuk pertama kali nya juga Raina berpenampilan seperti bidadari. Tidak hanya penampilan, suaranya pun sangat merdu nan indah ketika ia melantukan ayat suci Al-Qur’an. Sehingga membuat semua yang hadir malam itu menangis terharu. Tak terkecuali sang kyai pun ikut meneteskan air mata.
Penghujung Ramadhan pun telah tiba, tidak terasa semua santri telah bersiap untuk pulang, Siang ini hujan gerimis membasahi halaman dan pepohonan di area pondok pesantren, hujan ini hanya sebentar, tak lama lagi pelangi akan muncul gumam Raina, dengan tersenyum menatap langit yang mendung. Selang beberapa menit cahaya matahari memancarkan, walaupun masih turun rerintikan hujan. Raina loncat bahagia karena siang itu ia dapat melihat pelangi dengan warna yang jelas. Pelangi terbentuk karena pembiasan sinar matahari oleh tetesan air yang ada di atmosfir. Ketika sinar matahari melalui tetesan air, cahaya tersebut dibengkokkan sedemikian rupa sehingga membuat warna-warna yang ada pada cahaya tersebut terpisah. Tiap warna dibelokkan pada sudut yang berbeda, dan warna merah adalah warna yang paling terakhir dibengkokkan, sedangkan ungu adalah yang paling pertama. Begitulah yang ia ketahui tentang pelangi.
Malam sebelum kepulangan para santri. Raina mendapatkan kabar bahagia, ia mendapatkan juara I cabang lomba tilawatil qur’an. Raina langsung memeluk teman-temannya dan tak hentinya ia sujud syukur atas apa yang ia peroleh. Bagi Raina ini adalah Ramadhan yang sangat indah dalam hidupnya. Ramadhannya sungguh berwarna laksana pelangi. Walaupun Ramadhannya tidak bersama keluarga, ia tetap bahagia bisa menikmati Ramadhan bersama teman seperjuangan pengganti keluarganya.
****
Tahun kedua Raina menjadi santriwati dan menikmati Ramadhan di tanah rantauan, Ramadhan kali ini Raina tak melihat pelangi hadir. Padahal Raina berharap bisa melihat pelangi di bulan Ramadhan ini. Namun Raina tidak kecewa, karena tanpa pelangi pun, hidupnya telah di penuhi warna-warna kehidupan, ujarnya dalam hati. Tahun ini Raina telah menjadi pengurus sekaligus panitia acara, sehingga Raina tidak dapat untuk mengikuti perlombaan, tetapi selama Ramadhan ini juga Raina mendapat tawaran untuk mengisi acara di berbagai masjid. Ini adalah pengalaman baru baginya. Begitu juga saat Ramadhan di tahun ketiga, dua tahun berturut-turut Raina tidak melihat pelangi muncul selama Ramadhan. Tahun terakhir ia di pesantren, pengalaman yang ia peroleh adalah menjadi seorang imam sholat tarawih secara bergantian, selain itu ia juga merasakan untuk menjadi seorang bilal sholat tarawih dengan suaranya yang khas nan merdu. Raina merasa Ramadhan yang telah ia lalui sungguh penuh kenikmatan. Tiada Ramadhan paling indah melainkan Ramadhan di tanah perantauan.
(Cerpen ini mendapat juara 3 pada olimpiade menulis cerita Ramadhan, juli 2016)
***
Daftar Riwayat Hidup
Azra Al Amanah adalah nama pena dari Aziza Nurul Amanah, Kelahiran Agustus 1996. Ia merupakan anak bungsu dari 3 bersaudara, tahun 2002 ia menempuh pendidikan di Madrasah Ibtidaiyah Istiqomah Sekayu, Kab. Musi Banyuasin, Tahun 2008 ia melanjutkan pendidikannya di Madrasah Tsanawiyah Negeri Sekayu, Kab. Musi Banyuasin. Tahun 2011 ia melanjutkan pendidikannya di Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah, Indralaya, Kab. Ogan ilir. Selama di tanah perantauan inilah ia mencoba untuk mengembangkan bakat hobi yang ia miliki. Tahun 2014 ia kembali melanjutkan pendidikannya di salah satu pesantren yogyakarta. Selama disini ia menghabiskan waktu untuk mengabdi, belajar sekaligus kembali mengembangkan hobinya. Tahun 2015 Allah memberikan ia kesempatan untuk melanjutkan pendidikan di salah satu Universitas Islam di Jakarta, Jurusan yang ia ambil adalah Farmasi. Selain kuliah, ia juga aktif di berbagai organisasi dan aktif di forum kepenulisan. Walaupun tulisannya belum banyak diterima dimedia, ia tetap bersemangat untuk terus menulis sampai kapanpun, dan ia yakin suatu saat tulisannya dapat di terbitkan di media massa.
Email:
Aziza_88@ymail.com
Azizaazzahra2@gmail.com
Alamat : Asrama putri FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jln tarumanegara, no 01, pisangan, ciputat, tangsel, 15419
No tlpn: 082372172980
[1] Cerdas cermat Al-Qur’an
[2] Ceramah yang terdiri 3 orang ( 1 sebagai da’i, 1 sebagai qori’, dan 1 sebagai sari tilawah)