Aku dan Negeri Keduaku
Aku dan Negeri Keduaku
robby maulana Oleh:Robby Maulana I – Fakultas Dirasat Islamiyyah – Mahasantri Ma’had Syaikh Nawawi UIN Jakarta Variasi kehiduan di dunia ini begitu unik, karena berbagai macam hal yang memiliki perbedaan yang sangat mencolok dapat hidup berdampingan dalam suasana hidup yang damai dan toleran. Hal ini terlihat di sebuah negeri yang berjuluk bumi pertiwi, Indonesia. Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berselimutkan lautan luas yang terbentang membelah bola biru dunia. Sebuah mimpi telah tercapai dalam dunia nyata, sebuah hasrat yang berkeinginan untuk dapat melihat dengan mata telanjang indahnya alam yang begitu menawan bak taman surga yang seringkali dibicarakan orang-orang. Ya, aku adalah seorang turis yang sedang menapakkan kaki di negeri yang asri, Indonesia. Bahagia tak terhingga dapat menapakan kaki di bumi pertiwi ini, banyak orang di negeri asalku yang buta akan indahnya pesona alam yang telah tuhan ciptakan untuk kita nikmati. Hanyalah sebuah gambar yang bisa mereka nikmati dikala ingin menghiasi hidupnya, bahkan acara pernikahan hanya menjadi sebuah acara sakral yang dilakukan untuk memenuhi kewajiban adat yang telah dituangkam dalam kayu tua penuh makna, karena hampir tak ada kata bulan madu yang dapat mereka nikmati dikala malam terindah mereka hendak dimulai. “Bukan tidak boleh, tapi tidak ada” itulah kekurangan yang telah mendarah daging di dalam pribadi mereka. Seolah tidak memliki semangat melanjutkan hidup, mereka hanya bisa berucap “sumuhun dawuh” pada keadaan alam yang telah tuhan berikan. Beruntung bagi diriku pribadi karena dapat lolos dari belenggu kekurangan yang pernah kuhadapi. Sekarang di dunia baruku ini aku hendak menciptakan sebuah karya yang kelak akan kubawa kembali ke negeri tertinggal yang telah menjadi kebanggaan. Akan kugarap apapun yanga ada di depan mataku, akan kuolah, kuperbaiki, dan kusulap menjadi sebuah karya yang akan mengguncangkan tatapan mata yang diliputi oleh kesengsaraan yang berkepanjangan. “Bumi Pertiwi” begitulah masyarakat pribumi menyebut dunia indahnya ini, dan di bumi pertiwi inilah aku akan menanam, mengurus dan menggarap bibit mulia untuk masa depanku kelak. Di sini aku mengenal apa itu perbedaan ras yang hidup rukun dalam sebuah wilayah, kemudian apa itu agama yang toleran dan tak pernah menyinggung satu sama lain meski bertempatkan di lingkungan yang persis bersisihan. Tetap beramah tamah meski mengenakan pakaian adat yang berbeda. Rasanya tidak ada hal yang dapat merusak apa yang telah menjadi suatu pribadi yang baik dan kokoh. Di negara keduaku, bumi kebanggaan semua makhluk, bumi pertiwi, Indonesia. Awalnya aku agak sedikit canggung untuk beramah tamah dengan orang sekitar, karena ada sebuah perbedaan mencolok dariku yang sangat terlihat, itu adalah warna kulitku. Dan suatu ketika rasa canggung itu terpatahkan, ketika sebuah sapaan menyautku di tengah sekumpulan orang berkulit sawo matang, “assalamu’alaikum” begitu suara itu menyautku dan sontak aku menjawabnya “wa’alaikumussalam”, walaupun dari aspek ekonomi mereka masih terlihat lemah, tapi aku merasa bangga terhadap hal positif yang mereka miliki dalam hal kekeluargaan. Dan dimulai dari sini pembicaraan kami berkembang hingga terciptanya sebuah rasa ikatan keluarga yang awalnya mustahil kudapatkan. Dan dari sini pula aku dapat membuat kesimpulan bahwa tuhan telah menciptakan bumi pertiwi yang indah ini, lengkap dengan manusianya yang penuh akan rasa kasih sayang. Setelah kejadian luar biasa tersebut terjadi, aku mulai berani berkomunikasi dengan masyarakat pribumi walaupun bahasa yang kumiliki belum sepadan dengan apa yang mereka ucapkan. Tapi biarlah hal tersebut mengalir seperti air sungai, karena kelak dia akan dapat bercampur dengan hamparan air laut bumi pertiwi. Hari-hari telah berlalu dan begitu banyak hal yang telah kudapatkan. Mulai dari keluarga baru, bahasa baru, makanan baru, dan hal lainnya yang serba baru. Dan setelah kudapat memahami etnis-etnis pribumi, mulai kususun rencana hidupku ke depan, apa yang harus kulakukan dan akankah tindakanku dapat mewujudkan impianku? kugoreskan dengan dengan tinta semua hal yang menyangkut masa depanku dalam sebuah buku catatan kecilku, dan telah kuputuskan! itulah apa yang harus kulakukan. Langkah pertama yang akan kulakukan adalah memanfaatkan keahlianku dalam berbahasa Inggris. Kucoba memperluas pandanganku terhadap tempat-tempat di bumi pertiwi, dan tibalah aku di suatu tempat atau sebuah desa yang masyhur disebut “kampung Inggris”, dan di sinilah kumulai karirku sebagai pengajar bahasa Inggris. Dengan sebuah profesi yang telah kudapat bukan berarti mencukupkan langkah usahaku, masih ada hal selanjutnya yang harus kulakukan. Aku harus bisa mendapatkan profesi yang lebih menjanjikan, dan kupilih merangkap profesiku sebagai seorang bussinesment. Kudekati para ahli dalam hal berbisnis, kujadikan mereka sebagai panutan, kuamati setiap langkahnya begitu pula pada kepribadinnya. Dan tidak cukup sampai di sini, untuk dapat mewujukan salah satu mimpiku, yaitu menjadi seorang bussinesment. Aku kembali belajar dijenjang perkuliahan, tentu dalam prodi yang bersangkutan dengan bisnis. Dari langkah yang kujalani ini aku memperoleh keuntunagn ganda, salain materi kuliah yang kudapatkan, berbagai channel tentang para pebisnis ulungpun kudapatkan, jadi aku dapat sekalian mendulang ilmu dari para senior bisnisku itu. Hingga pada akhirnya, aku memutuskan untuk membuat bisnisku sendiri sambil menjalani masa perkuliahanku. Empat tahun berlalu, profesiku sebagai guru bahasa.Inggris tetap berjalan, bahkan murid-muridku telah mencapai jumlah puluhan kepala, lalu masa kuliahku telah selesai dan gelar sarjana telah aku sandang, dan bisnis yang aku jalani telah mencapai titik sukses. Dalam keadaan ini, terbesit dalam benakku untuk dapat memberikan rasa terima kasihku pada bumi pertiwi ini. Lalu kuputuskan untuk kembali ke tempat yang menjadi pijakan awalku untuk berkarir di bumi pertiwi ini. Karena kusadar bahwa keadaan ekonomi mereka masih begitu tertinggal, dan aku akan berusaha dengan sekuat tenaga untuk dapat meloloskan mereka dari jeratan kemiskinan. Dan setelah itu barulah aku akan kembali ke negeri asalku, untuk membagi ilmu yang telah selama ini ku dulang di bumi yang indah nan baik hati, dibumi pertiwi, Indonesia.