Abu Jahl dan Al-Quran
Abu Jahl dan Al-Quran
  Oleh : Muhammad Sholeh Hasan (Pengasuh Asrama Putra / Ma’had Syaikh Abdul Karim / Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)   Di dalam Q.S. Hamim al-Sajadah/Fushshilat ayat 26, Allah SWT berfirman وَقَالَ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ لَا تَسۡمَعُواْ لِهَٰذَا ٱلۡقُرۡءَانِ وَٱلۡغَوۡاْ فِيهِ لَعَلَّكُمۡ تَغۡلِبُونَ ٢٦ Dan orang-orang yang kafir berkata: "Janganlah kamu mendengar dengan sungguh-sungguh akan Al Quran ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan mereka". Asbab al-Nuzul ayat : “peristiwa yang melatar belakangi turunnya ayat-ayat al-Quran”. Setelah penulis teliti dari beberapa kitab tafsir seperti Tafsir Shafwah al-Tafasir karya Syaikh Muhammad Ali al-Shabuni, tafsir al-Munir fi al-Akidah wa al-Syariah wa al-Manhaj karya Dr. Wahbah al-Zuhaili, tafsir Fi Djilal al-Quran karya al-Syahid Sayyid  Qutub dan Tafsir Ibnu Katsir karya imam Abu al-Fida al-Hafiz ibnu Katsir al-Dimisyqi,  pada ayat ini tidak terdapat Asbab al-Nuzul (hadits yang melatar belakangi turunnya al-Quran). Makkiyah atau Madaniyah ? Ayat ini berada dalam surat Makkiyah, artinya surat ini turun sebelum Nabi hijrah ke kota Madinah. Dr. Shubhi al-Shaleh dalam bukunya  “Mabahits fi Ulum al-Quran” membagi surat-surat Makkiyah ada tiga kelompok, Makkiyah pertama, Makkiyah kedua dan Makkiyah ketiga. Kalau Makkiyah pertama ayatnya pendek-pendek, kalau Makkiyah kedua sudah mulai agak panjang dan Makkiyah ketiga ayat-ayatnya sangat panjang seperti surat Yusuf, al-Kahfi dan al-A’raf. adapun surat Fushshilat ini termasuk Makkiyah kedua. Salah satu hikmah mempelajari surat-surat Makkiyah, kita bisa membaca sejarah perjuangan Nabi dalam berdakwah di kota Makkah, betapa berat dan penuh tantangan, walau Nabi sudah berdakwah siang dan malam tapi tetap tidak mendapat sambutan masyarakat secara cepat.  Tafsir ayat menurut ahli tafsir Ahli tafsir dalam menafsirkan ayat ini berfokus pada penjelasan makna lafal “wa al-Ghau fiih” seperti dalam tafsir Ibnu Katsir, disitu terdapat komentar imam Mujahid, imam al-Dhahhaq dari Ibnu Abbas dan imam Qatadah. bagi siapa saja yang memuthalaah kitab-kitab itu seolah tidak ada pesan yang menakjubkan padahal ayat itu sangat mencengangkan ingatan kita bila kita jadikan renungan bagaimana propaganda orang-orang kafir sejak zaman dahulu hingga zaman sekarang, mereka  mengalihkan perhatian umat Islam dari al-Quran, kata Lagwun menurut imam Sulaiman al-Jamal dalam kitabnya tafsir al-Futuhat al-Ilahiyah syarah kitab tafsir Jalalain adalah ungkapan atau ucapan-ucapan yang tidak punya arti sama sekali Menurut imam al-Raghib al-Asbahani dalam kitab al-Mufradat fi Gharib al-Quran ialah “ungkapan atau ucapan yang datang dan hadir tanpa ada riwayat/dasar sebelumnya dan dasar pemikiran yang ilmiyah”.seperti suara atau kicau-kicau burung atau semua ucapan yang tidak baik.       Menurut imam ‘Ali al-Shabuni dalam Tafsir Shafwah al-Tafasir mengatakan Keraskanlah suara kamu ketika Muhammad membaca al-Quran agar orang lain tidak mendengarnya, dengan begitu kamu dapat mengalahkan agama Muhammad Menurut Dr. Wahbah Zuhaili dalam tafsir al-Munir fi al-Akidan wa al-Syariah wa al-Madjhab mengatakan tentanglah dengan ucapan-ucapan yang tidak punya arti apa-apa, seperti lagu-lagu band dan dangdut, keluarkan suara-suara gemuruh dengan bertepuk tangan atau bersuit-suit, atau cerita-cerita aneh yang penuh dengan takhayyul sehingga si pembaca merasa tidak nyaman kemudian tidak membaca lagi. Menurut ibnu Abbas : Abu Jahl mengatakan apabila Muhammad membaca al-Quran berteriaklah di depannya sehingga dia tidak tahu apa yang diucapkannya. Menurut imam Ibnu Katsir dalam kitab tafsir Ibnu Katsir menafsirkan “Janganlah kamu taati al-Quran ini dan jangan kamu ikuti perintah-perintahnya, apabila dibaca al-Quran itu buatlah cerita-cerita tandingan yang akhirnya manusia tidak mendengar bacaan al-Quran”. Imam al-Dhahhaq mengatakan “Cercalah orang yang membaca al-Quran”. Imam Qatadah mengatakan “ ingkarilah al-Quran dan musuhilah orang-orang yang membacanya”. Menurut imam al-Syahid Sayyid Qutub dalam tafsir Fi Djilal al-Quran mengatakan : “Dahulu orang-orang kafir membuat kekacauan dihadapan orang-orang yang membaca al-Quran dengan cara bercerita tentang kerajaan ispandiyar atau kerajaan Romawi seperti yang dilakukan oleh Malik bin Nadhar, mengacaukan dengan berbagai teriakan dan dengan berbagai puisi dan sastra. Dari sekian makna yang diberikan oleh para mufassir, mayoritas mengarah kepada ungkapan dan ucapan-ucapan yang tidak punya arti, hanya metode yang terus berkembang, untuk zaman sekaran ini metode pengalihan umat islam -khususnya untuk kaum remaja- dari al-Quran sudah sangat canggih, baik melalui media televisi, play syetan, media cetak dan media elektronik. Ada 3 buah buku sejarah nabi SAW (sirah nabawi) yang sangat luas dan bagus dalam menjelaskan ayat ini :
  1. Fiqh al-Sirah karya Syaikh Muhammad al-Ghazzali
  2. Hayatu Muhammad karya Dr. Muhammad Husain Haikal
  3. Al-Sirah al-Nabawiyah Fi Dhau’i al-Quran wa al-Sunnah karya Dr. Muhammad bin Muhammad Abu Syahbah
Penjelasan dari 3 buah buku itu ialah : Dahulu Nabi Muhammad SAW sangat gemar dan suka membaca al-Quran di siang hari dan terlebih di malam hari. Nabi Muhammad mengetahui bahwa al-Quran memiliki daya tarik yang sangat kuat baik dari sisi lafalnya ketika dibaca maupun maknanya ketika direnungkan. Imam Ibnu Ishaq meriwayatkan dari imam al-Zuhri bahwa Pernah terjadi pada satu malam tiga gembong kafir Quraisy mendatangi rumah Nabi Muhammad SAW 1. Abu Jahl. 2. Abu Sufyan dan 3. Abu Tsa’labah (Akhnasy bin Syariq) untuk mendengarkan bacaan al-Quran. Tiga orang ini masing-masing mencari tempat untuk mendengarkan Nabi membaca al-Quran, Nabi Muhammad tidak mengetahui mereka dan mereka pun tidak saling mengetahui. Disaat mereka sedang asik mendengarkan bacaan al-Quran, tidak terasa malam sudah menjelang subuh situasi yang mengharuskan tiga gembong kafir Quraisy ini pulang ke rumah mereka masing-masing. Tetapi ketika mereka menuju rumah mereka (pulang) mereka bertemu dalam satu jalan (mungkin satu gang), mereka bertiga saling bertanya, dari mana dan apa yang baru saja mereka lakukan? Ketiganya mengakui perbuatannya bahwa mereka habis mendengarkan Nabi Muhammad membaca al-Quran. Mereka bertiga saling mencela dan mengingatkan untuk tidak mengulangi perbuatannya. Ternyata pada malam berikutnya terulang kembali perbuatan mereka seperti pada malam pertama, mereka rindu mendengarkan bacaan al-Quran, mereka tidak bisa mengingkari hatinya kalau hatinya cinta dan rindu pada bacaan al-Quran, terjadilah sebagimana apa yang terjadi pada malam pertama, mereka saling mencela dan saling mengingatkan agar tidak mengulangi perbuatannya itu, tapi apa yang terjadi untuk berikutnya mereka mengulangi hal itu untuk yang ketigakalinya, kemudian terjadi pula sebagaimana apa yang terjadi pada malam pertama dan pada malam ke dua.  Setelah peristiwa itu berulang tiga kali mereka betul-betul saling berpesan untuk tidak mengulangi perbuaannya ini, karena mereka takut kalau apa yang mereka lakukan diketahui oleh orang-orang kafir Quraisy yang lain. Pada pagi harinya Abu Tsa’labah  mendatangi rumah Abu Sufyan dan terus menanyakan tentang apa yang pernah mereka dengar dari Nabi Muhammad. أَخْبِرْنِيْ يَا أَبَا حَنْظَلَةَ عَنْ رَأْيِكَ فِيْمَا سَمِعْتَ مِنْ مُحَمَّدٍ؟ قَالَ: يَا أَبَا ثَعْلَبَةَ! وَاللهِ لَقَدْ سَمِعْتَ أَشْيَاءَ أَعْرِفُهَا وَأَعْرِفُ مَا يُرَادُ بِهَا, وَسَمِعْتُ أَشْيَاءَ مَا عَرَفْتُ مَعْنَاهَا وَلاَ مَا يُرَادُ بِهَا, فَقَالَ الأَخْنَشُ . أَنَا وَالَّذِيْ حَلَفْتُ بِهِ كَذَالِكَ. Artinya : Beritahukan kepadaku wahai Abu Hanzalah tentang pendapatmu terhadap apa yang kamu dengar dari Muhammad? Abu Sufyan menjawab, demi tuhan, Aku mendengar segala sesuatu yang aku ketahui maknanya dan maksud dari makna tersebut, dan juga aku mendengar segala sesuatu yang aku ketahui maknanya tapi aku tidak mengetahui maksudnya. Kemudian Abu Tsa’labah berkomentar, Demi tuhan Akupun merasakan demikian. Setelah itu Abu Tsa’labah mendatangi rumah Abu Jahl. يَا أَبَاالْحَكَمَ! فَمَا رَأْيُكَ فِيْمَا سَمِعْتَ مِنْ مُحَمَّدٍ؟ فَقَالَ : مَاذَا سَمِعْتُ! تَنَازَعْنَا نَحْنُ وَ بَنُوا عَبْدِ مَنَافٍ اَلشَّرَفَ: أَطْعَمُوا فَأَطْعَمْنَا, وَحَمِلُوْا فَحَمِلْنَا, وَأَعْطَوْا فَأَعْطَيْنَا حَتَّى إِذَا تَجَاثَيْنَا عَلىَ الرَّكْبِ, وَكُنَّا كَفَرْسَيْ رُهَّانِ, قَالُوا مِنَّا نَبِيٌّ يَأْتِيْهِ الْوَحْيُ مِنَ السَّمَاءِ, فَمَتىَ نُدْرِكُ هَذِهِ؟ فَوَاللهِ لاَ نُؤْمِنُ بِهِ أَبَدًا وَلاَ نُصَدِّقُهُ. Artinya : Wahai Abal Hakam! Bagaimana pendapatmu terhadap apa yang telah engkau dengar dari Muhammad? Kemudian dia menjawab, apa yang aku dengar! Kami telah berlomba dalam hal kemuliaan dengan keturunan Abdu Manaf, mereka memberi makan, kami juga melakukan hal yang sama, mereka membawa bendera perang dalam peperangan kamipun melakukan hal yang sama, mereka memberi sedekah kamipun melakukan hal yang sama, sehingga kami berlomba dalam hal kehebatan dalam hal berkuda dan kami bagaikan singa padang pasir yang selalu siap untuk berperang, tiba-tiba salah seorang dari mereka mengaku sebagai seorang Nabi yang diberi wahyu dari langit, kalu sudah begitu lalu kapan kami bisa mendapatkan kehormatan seperti itu? Demi Tuhan kami tidak akan beriman dengannya untuk selamanya dan tidak mempercayainya.   Itulah makna ayat 26 dari surat Fushshilat, wasiyat mereka bertiga ditulis (disertakan) oleh Allah SWT dalam al-Quran agar menjadi pelajaran buat umat islam sejak zaman Nabi Muhammad SAW hingga zaman berikutnya. Ada beberapa kesan dan pelajaran yang bisa kita ambil dari cerita di atas :
  • Kedatangan Abu Jahl CS. secara diam-diam kerumah Nabi untuk mendengarkan bacaan al-Quran, menunjukan gembong-gembong kafir Qurais itu mengakui bahwa al-Quran sangat menarik perhatian mereka, baik dari segi lafal dan dari segi makna. Begitu pula orang-orang yang tidak suka dengan islam pada hakekatnya mereka membenarkan isi kandungan al-Quran, hanya saja mereka tidak mau beriman.
  • Abu Jahl tidak beriman dengan al-Quran bukan karena tidak bisa memahami dakwah al-Quran, dia sangat faham pesan-pesan al-Quran, akan tetapi dikarenakan kesombongannya dia tidak mau tunduk dan patuh mengikut ajaran Nabi Muhammad SAW.
  • Generasi-generasi Abu Jahl akan terus ada hingga hari kiamat nanti, mereka terus berupaya dengan segala kemampuan yang mereka punya seperti uang dan kekuasaan untuk menjauhkan pemuda Islam dari al-Quran.
  • Cara-cara untuk mengalihkan perhatian umat Islam dari al-Quran mereka buat semenarik mungkin seperti macam-macam permainan, perlombaan, perfileman dan sejumlah dunia-dunia hiburan lainnya yang tidak lagi mengikuti aturan Islam. Racun-racun ini ditayangkan pada waktu antara jam 5 sore sampai jam 10 malam. Belum lagi permainan seperti play syetan (PS), dunia hiburan seperti acara-acara in box di mall-mall dan bentuk-bentuk yang mirip dengannya.
Refrensi :
  1. Al-Quran dan terjemahnya. Majma’ Malik Fahd li al-thaba’ah al-Mushaf al-Syarif.
  2. Al-Mufradat fi Gharib al-Quran, karya Abu al-Qasim al-Husain bin Muhammad al-Raghib al-Bahani (W. 502 H.), tahkik Muhammad Sayyid Kailani, Dar al-Ma’rifah, Bairut Lubnan.
  3. Al-Futuhat al-Ilahiyyah bi Taudhih tafsir al-Jalalain li al-Daqaik al-Khapiyah, karya Sulaiman bin Umar al-Ajili al-Syapi,i al-Syahir bi al-Jamal (W. 1204 H.), Dar al-Fikr, Bairut lubnan.
  4. Tafsir al-Quran al-Azim, karya al-Hafiz Ibnu Katsir al-Dimisyqi (W. 774 H.), Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Bairut Lubnan. Cet ke 2, Thn 2000.
  5. Fi Dhilal al-Quran, Karya Sayyid kutub, Dar al-Syuruq, Cairo Mesir.
  6. Shafwah al-Tafasir, karya Muhammad Ali al-Shabuni, Dar al-Qalam, Bairut Lubnan, Cet ke 5, Thn 1986 M.
  7. Al-Tafsir al-Munir fi al-Akidah wa al-Syariah wa al-Manhaj, karya Dr. Wahbah al-Zuhaili, Dar al-Fikr al-Muashir, Bairut Lubnan, Cet. ke 1, Thn 1991 M.
  8. Al-Sirah al-Nabawiyah fi Dhaui al-Quran wa al-Sunnah, Karya Muhammad bin Muhammad Abu Shuhbah. Dar al-Qalam, Damaskus Suria, Cet. ke 3, Thn. 1996 M.
  9. Fiqhu al-Sirah, Karya Syaikh Muhammad al-Ghazzali, Dar al-Dakwah, Cairo Mesir, Cet. Ke 3.
  10. Hayatu Muhammad SAW. Karya Dr. Husain Haikal, Maktabah al-Usrah, Thn 2000 M.
  11. Mabahits fi Ulum al-Quran, Karya Dr. Shubhi Sholeh, Dar al-Ilm li al-Malayin, Bairut Lubnan, Cet. Ke 17, Thn. 1988 M.