Ramadhan : Mozaik Tradisi Islam Indonesia

 

Oleh : Ahmad Zaki Muntafi ( 11140440000043 / Mudabbir Ma’had / Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum)

“Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”

(Q.S. Al-Baqarah [2] : 183)

Pendahuluan

Kehadiran bulan ramadhan identik dengan puasa, yang merupakan sebuah ibadah wajib bagi setiap muslim. Hampir setiap negara di belahan dunia melaksanakan ibadah puasa di bulan suci ramadhan. Semarak ibadah dan gema kebaikan tidak henti-hentinya mengalir selama ramadhan. Berbagai tradisi juga disiapkan untuk menyambutnya sebelum datangnya ramadhan. Saat ramadhan datang, maka kemeriahannya jauh lebih mengesankan dari tradisi penyembutan kedatangannya. Kewajiban puasa bagi setiap muslim merupakan proses pengendalian diri agar menjadi orang yang bertakwa, sebagaimana dijelaskan dalam surat al-Baqarah [2] : 183. Akan tetapi, ayat tersebut juga menjelaskan adanya dimensi masa lampau yang menunjukkan adanya kewajiban berpuasa bagi agama-agama samawi, yakni Nasrani dan Yahudi. Maka, hadirnya Islam adalah sebagai penyempurna atas ajaran-ajaran sebelumnya.

Menurut Azyumardi Azra (2013), datangnya ibadah ramadhan yang diakhiri dengan idul fitri (lebaran) bukanlah sekadar pelaksanaan ajaran normatif Islam, tetapi juga merupakan representasi dari berbagai gejala sosial-budaya keagamaan. Dalam konteks Islam Indonesia, ibadah ramadhan dan lebaran merupakan contoh tentang refeleksi sosio-kultural Islam Indonesia yang sangat distingtif. Bahkan, gejala sosial, budaya, dan keagamaan ramadhan di Indonesia sangat memiliki khazanah yang beragam. Bisa dikatakan bahwa setiap kelompok etnis, suku, dan lokalitas memiliki tradisi sendiri dalam menyambut dan merayakan ramadhan. Hal itu dikarenakan antara budaya lokal dan budaya Islam telah bersinergi menjadi satu kesatuan, dimana antara keduanya telah selaras dan menyatu secara damai (Rais, 1994).

Atas keragaman tradisi ramadhan di Indonesia, terdapat berbagai penelitian tentang itu. Salah satunya penelitian yang dilakukan Andre Moller (2005) dalam tulisannya “Ramadhan in Java : The Joy and Jihad of Ritual Fasting,” yang menggambarkan tentang tradisi ramadhan di Jawa. Menurut Andre Moller (2005), ibadah ramadhan yang dilakukan masyarakat Jawa merupakan sebuah relalitas dan aktualitas yang secara sosiologis dan antropoligis merupakan pengalaman masyarakat Jawa. Lebih lanjut lagi, Moller menyebutnya dengan ramadhanic ritual complex, dikarenakan memiliki berbagai sub-ritual dalam pelaksanaannya. Oleh sebab itu, berdasarkan penelitian tersebut menunjukkan adanya ciri khas pelaksanaan ibadah ramadhan di Indonesia.   

Ramadhan Berbagi

Bagi umat Islam, ramadhan merupakan bulan keberkahan. Bulan dimana setiap muslim melakukan aktivitas ibadah secara kompleks demi kelangsungan hidupnya dan orang lain. Tujuan ibadah ramadhan tidak hanya untuk tercapainya kesalehan personal, tetapi tercapainya pula kesalehan sosial. Melalui puasa, menjadikan latihan (riyadhah) jasmaniah dan rohaniah untuk merasakan lapar dan haus sebagaimana dirasakan orang yang tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan makan dan minum. Oleh sebab itu, secara personal hakikatnya puasa merupakan hubungan hamba dengan Allah Swt. sebagai Sang Pencipta, serta secara sosial merupakan upaya untuk mempererat hubungan dengan sesama. Selain itu, Islam juga secara tegas memerintahkan umatnya untuk bebuat baik kepada seluruh makhluk (Musa, 2014).

Disisi lain, menurut Azyumardi Azra (2013), pada bulan ramadhan telah terjadi peningkatan konsumsi, yang kemudian menimbulkan pertanyaan apakah ini menunjukkan gejala konsumerisme umat Islam ataukah komodifikasi agama? Menanggapi hal itu, ibadah puasa hakikatnya mengandung makna “menahan” (imsak) dari berbagai godaan duniawi, khususnya yang bersifat kebendaan atau materi, sehingga dengan puasa seharusnya umat Islam akan terhindar dari sifat konsumerisme.

Selain itu, Ramadhan dan idul fitri sulit dipisahkan dari adanya peningkatan konsumsi (Azra, 2013). Hal ini dikarenakan dorongan umat Islam untuk saling berbagi dan memberi (sharing and giving) terhadap sesama, dengan memberi makan sahur, berbuka (ifthar), zakat, infaq, dan sedekah. Dalam hal ini, berkah ramadhan tidak hanya terwujud dengan solidaritas rasa lapar dan haus, tetapi teraktuliasasi dalam bentuk kedermawanan. Dari aspek peningkatan konsumsi, ini merupakan konsekuensi langsung dari ajaran Islam yang bersifat mendidik untuk mewujudkan kedermawanan terhadap orang-orang yang memiliki kelebihan rezeki (Azra, 2013). Berbagi dan memberi (sharing and giving) terhadap sesama merupakan tradisi di bulan Ramadhan yang mencerminkan solidaritas antar sesama.

Semarak Mudik ke Kampung Halaman

Sebelum menjelang hari raya Idul Fitri (lebaran), setiap orang yang berada di perantauan akan berbondong-bondong pulang ke kampung halaman. Suasana seperti itu dikenal dengan istilah mudik. Meminjam istilah dari Nurcholis Majid, mudik direfleksikan dengan “perjalanan anak manusia muslim Indonesia kembali ke akar eksistensial mereka,” dimana Azyumardi Azra menyebutnya dengan “kembali ke Axis” (Azra, 2013). Selain itu, menurut Said Aqil Siradj (2013), mudik lebaran diartikan sebagai “kembali ke asal”, kembali ke kampung halaman, “kembali ke fitrrah”.  Para pemudik adalah mereka yang berada dalam diaspora perantauan, yang dikelilingi dengan berbagai masalah dan tantangan kehidupan sehari-hari, sehingga mereka merindukan kampung halaman sebagai asal dan permulaan kehidupan meraka.

Mudik dianggap sebagai puncak kehidupan sosial-keagamaan umat Islam Indonesia. Pulang ke kampung halaman tidak hanya sekadar sebagai perjalanan besar-besaran dari kota ke desa, tetapi merupakan simbolisasi pemerataan sosial-ekonomi (Azra, 2013). Setiap orang yang melaksanakan mudik rela berdesak-desakan di kereta, bus, serta alat transportasi lainnya. Bahkan, terkadang mereka harus rela menginap di stasiun karena tidak mendapat tiket ataupun harus mengantri dan menanti kedatangan kereta api. Dilihat dari aspek prespektif sosial-budaya, mudik merupakan kesempatan untuk memperetat dan memperkokoh kembali hubungan sosial diantara keluarga maupun masyarakat kampung. Selain itu, mudik juga merupakan kesempatan untuk berbagi dan memberi (sharing and giving) terhadap sanak saudara.

Tradisi mudik merupakan salah satu keberkahan bagi bangsa Indoensia. Banyak pihak yang secara tidak langsung mendapat berkah dari tradisi mudik. Namun, pada saat yang sama pemerintah juga harus mempersiapkan dengan matang dalam memberikan fasilitas perjalanan mudik. Hal itu diharapkan akan memberikan kelancaran dan kemudahan bagi tradisi mudik umat Islam Indonesia.

Penutup

Ramadhan merupakan bulan yang suci dan penuh keberkahan bagi umat Islam, termasuk umat Islam Indonesia. Bahkan, terdapat euforia yang secara khusus dirasakan oleh umat Islam Indonesia. Hal itu dikarenakan kegiatan keagamaan dalam menyambut dan merayakan ramadhan merupakan sesuatu yang ditungu-tunggu dan dirindukan. Ditambah lagi, adanya keragaman didalamnya, sehingga menjadikan wajah Islam Indonesia lebih berwarna.

Berbagai tradisi kegamaan di bulan Ramadhan maupun Idul Fitri (Syawal) yang dilaksanakan di Indonesia, sudah seharusnya menjadi simbol penyemangat dalam meningkatkan solidaritas antar sesama, termasuk pula dalam meningkatkan ukhuwah islamiyah untuk membangun ishlah atau perdamaian diantara umat Islam Indonesia. Dalam hal ini, tradisi seperti mudik juga menjadi hiasan yang indah bagi iklim sosial-budaya di Indonesia. Diharapkan kedepannya, tradisi Islam Indonesia akan senantiasa terjaga dengan baik, sehingga mampu menjadi pelopor dalam membangun bangsa dan agama, serta menjadi inspirasi bagi negara muslim yang lain.

Daftar Pustaka

Azra, Azyumardi. Semarak Ramadhan, Bukan Konsumerisme. Dalam Marcoes, Lies, dkk. Kembali ke Jati Diri : Ramadhan dan Tradisi Pulang Kampung dalam Masyarakat Muslim Urban. Bandung : Mizan. 2013

Moller, Andre. Ramadhan in Java : The Joy and Jihad of Ritual Fasting. Swedia : Lund University. 2005

Musa, Ali Masykur. Membumikan Islam Nusantara : Respon Islam terhadap Isu-isu Aktual. Jakarta : P.T. Serambi Ilmu Semesta. 2014

Rais, Amien. Islam di Indonesia : Suatu Ikhtiar Mengaca Diri. Jakarta : P.T. Raja Grafindo Persada. 1994

Siradj, Said Aqil. Menjalani Ramadhan Bersama Masyarakat Kampung yang Religius. Dalam Marcoes, Lies, dkk. Kembali ke Jati Diri : Ramadhan dan Tradisi Pulang Kampung dalam Masyarakat Muslim Urban. Bandung : Mizan. 2013